Yusril Permasalahkan Perppu Ormas Di Saat Negara Tidak Genting, Malah Bandingkan Dengan Terorisme. Ini Bantahan Saya!
Sejak wacana Perppu Ormas bergulir, beberapa pihak mulai kebakaran jenggot, salah satunya adalah HTI. Ini wajar karena ormas tersebut dinominasikan dapat Oscar maut, yaitu menjadi korban pertama dari Perppu tersebut. Banyak yang sudah menduga dikarenakan ormas ini ketahuan menyimpang dari ideologi Pancasila dengan menyuarakan khilafah.
Wacana pembubaran HTI pun kian menguat, lewat jalur hukum atau pengadilan. Tapi mungkin karena akan ribet dan bertele-tele, diterbitkanlah Perppu untuk mempercepat proses pembubaran tersebut. Dan terbukti, begitu Perppu Ormas diteken, HTI langsung dibubarkan. Dan mereka tentu tidak tinggal diam, mewek dan berteriak dizalimi, dan akhirnya mengajukan judicial review ke MK.
Sidang uji materi Perppu Nomor 2 tahun 2017 tentang Ormas dimulai perdana di Gedung MK tadi. HTI didampingi oleh seorang kuasa hukum bernama Yusril Ihza Mahendra. Saya kira Anda sudah tahu siapa orang ini. Kalau tidak ingat, dulu dia pernah ikut penjaringan calon gubernur DKI Jakarta. Dalam sidang uji materi ini, Yusril membeberkan alasan diajukannya judicial review ke MK.
Alasan yang menjadi fokus perhatian adalah Perppu tersebut diterbitkan pada saat situasi negara sedang tidak genting seperti yang dijelaskan pemerintah, begitu kata Yusril. Nah, di sinilah Yusril mulai mengambil perbandingan berupa Perppu mengenai Tindak Pidana Terorisme yang diterbitkan pasca insiden bom Bali yang menewaskan lebih dari 200 jiwa.
Saat itu, menurutnya, belum ada Undang Undang yang sesuai dengan situasi saat itu, yaitu terorisme sehingga pemerintah dan penegak hukum kesulitan melakukan penindakan. Belum ada UU terorisme saat itu. Karena situasi sangat gawat dan disorot media Internasional, akhirnya pemerintah menerbitkan Perppu tersebut. Dengan adanya Perppu tersebut, pihak berwenang memiliki landasan hukum untuk menangkap dan mengejar pelaku yang diduga terlibat dalam aksi tersebut.
Yusril mempertanyakan perbedaan tersebut di mana segera setelah Perppu Ormas terbit, HTI langsung dibubarkan. Kalau menurut saya ini perbandingan yang tidak head to head atau apple to apple. Saya memang bukan pakar hukum, tapi saya akan memberikan opini saya sejelas mungkin berdasarkan logika. Saya juga menemukan adanya ketidakcocokan dalam perbandingan yang diilustrasikan Yusril.
Kasus bom Bali dan HTI sangat berbeda dalam hal spontanitas. Itu perbedaan yang sangat mencolok. Pada kasus bom Bali, siapa yang menyangka bisa terjadi ledakan di kawasan klub malam di Jalan Legian? Tidak ada yang bisa memprediksi. Ini terjadi mendadak tanpa bisa diantisipasi. Saya yakin kalau pemerintah saat itu sudah bisa mencium dengan tepat aksi bunuh diri itu, pasti mereka tidak akan tinggal diam.
Saya yakin kalau pemerintah dan aparat kepolisian bisa mengetahui aksi tersebut, mereka takkan pikir panjang untuk menerbitkan Perppu yang sama meski belum ada UU sejenis. Dengan begitu, aksi tersebut bisa digagalkan sepenuhnya. Timingnya saja yang tidak pas di mana Perppu terbit setelah insiden ledakan terjadi. Tak ada yang bisa dilakukan karena tidak ada negara yang tidak pernah kecolongan aksi terorisme. Negara kuat seperti Amerika, Inggris dan Perancis saja sering kecolongan.
Kasus HTI ini berbeda. Manuver HTI yang melenceng dari Pancasila ini sudah lama tercium. Bahkan saya rasa sudah lama dibiarkan hingga makin lama makin ngelunjak. Dikasih sate minta lobster. Enak saja. Hingga muncullah wacana untuk membubarkan organisasi ini. Hanya saja banyak kendala. Perppu ini kemudian diterbitkan khusus untuk itu. Bukan hanya HTI, ormas mana pun yang ketahuan melenceng dari Pancasila akan bernasib sama.
Memang kegentingan kasus bom Bali dengan HTI berbeda, tapi yang dilakukan terhadap HTI adalah sebuah pencegahan. Jika terus dibiarkan, ibarat pohon yang akarnya makin menembus ke dalam, maka akan sulit diberantas di masa mendatang. Apa mungkin harus menunggu negara sudah hancur oleh orang gila teriak khilafah baru bertindak? Lucu sekali logika seperti itu.
Seperti yang saya katakan, seandainya aksi bom Bali bisa diketahui, maka pasti akan digagalkan bagaimana pun caranya, hanya sayang tak bisa dicegah. Sekarang HTI ini bisa dicegah, kenapa harus tunggu hingga gawat? Kalau begitu katakan saja pada orang tak perlu apply asuransi, tunggu sekarat hingga mau mampus baru apply asuransi. Saya kira Yusril tak mempertimbangkan unsur pencegahan di kasus ini.
Bagaimana menurut Anda?
http://kriminalitas.com/negara-belum-genting-yusril-bandingkan-perppu-ormas-dengan-terorisme/