Waketum Gerindra: Wajar Saja PDIP Sering Disamakan Dengan PKI, Lalu Minta Maaf Pakai Meterai

detik.com
Ini nih salah satu contoh orang yang tak bisa mengendalikan emosi, begitu gampangnya darah mendidih, mirip kelakuan kelompok you know who. Ngomong tidak direm, asal ceplos, asal bunyi, buktinya entah ada atau tidak, begitu sadar langsung menciut minta maaf. Di medsos juga banyak banyak orang sok garang sok galak, begitu dicari dan dikejar langsung mewek. Entah hilang ke mana kegarangannya yang tadi.
Orang yang saya maksud adalah Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono. Ingat, dari Gerindra lho. Awalnya begini. Sebelumnya, Arief menanggapi perkataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengenai pasal presidential threshold sebesar 20-25 persen dalam UU Pemilu. “Nah ini sama saja Joko Widodo dan PDIP serta antek-anteknya membohongi masyarakat dan kurang sampai otaknya tentang sebuah arti hak konstitusi warga negara dalam negara yang berdemokrasi. Jadi, wajar aja Kalau PDIP sering disamakan dengan PKI. Habis, sering buat lawak politik dan nipu Rakyat sih,” kata Arief.
Ada pernyataan kedua dari Arief yang membuat kubu PDIP geram. Berikut ada kutipannya, yang saya penggal sebagian karena terlalu panjang. Cek link di bawah untuk membaca full statement. “biasanya sifat PKI itu antikritik dan melanggar konstitusi. Makanya wajar sehingga PDIP sering disamakan dengan PKI seperti keluhan Hasto kepada media saat menanggapi pernyataan Prabowo di Cikeas saat bertemu SBY. Sebab, sifat dasar PKI kan bertindak tanpa otak dan kurang waras serta melanggar konstitusi dan menipu Rakyat dengan jargon kerakyatan.”
Bagaimana menurut Anda? Geram? Kesal? Marah? Sama, saya juga. Bukan karena pendukung PDIP, tapi karena statement Arief yang terkesan membabi buta penuh kebencian. Saya tahu mereka itu seperti orang sakit hati, nyinyirannya tiada akhir. Dan juga tidak heran dengan kondisi sekarang di mana Gerindra berseberangan dengan partai pendukung pemerintah. Saya sering katakan kalau benci silakan, jangan bersuara, nanti menyesal.
Arief lalu menjelaskan dirinya sama sekali tidak bermaksud mengatakan PDIP itu PKI. “Bersama ini terkait pemberitaan di beberapa di media massa yang menyebutkan pernyataan saya yang mengatakan, WAJAR SAJA KALAU PDIP SERING DISAMAKAN DENGAN PKI KARENA MENIPU RAKYAT, dengan ini saya mengklarifikasi bahwa saya tidak bermaksud mengatakan bahwa PDIP adalah PKI dan menipu rakyat,” demikian kutipan surat dan pernyataan Arief dalam keterangan tertulis, seperti diberitakan detik.com.
Usut punya usut, mungkin permohonan maaf tersebut dikarenakan pihak PDIP tak terima dengan perkataannya. Dan kabarnya ini bakal berbuntut panjang karena PDIP menganggap ini masalah serius. Intinya PDIP tidak akan memberi toleransi, tidak akan mentolerir. “Kami tidak akan mentolerir penghinaan, apalagi yang bersifat provokatif,” tegas Alex, politikus PDIP. Bahkan kabarnya PDIP sedang mengkaji gugatan hukum terhadap Arief.
Dan menariknya, organisasi pendukung PDIP yakni Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem), telah melaporkan Arif ke Polda Metro Jaya meski laporannya belum lengkap dikarenakan masih ada berkas yang harus dilengkapi. Nah lho, bakal ada yang panas dingin meriang mengigil gigit jari. Itulah akibat asal bunyi dicampur dengan emosi, akhirnya ya harus tanggung jawab.
Memang sih Arief sudah tanggung jawab dengan meminta maaf secara tertulis dan ditandatangani di atas meterai Rp 6000. Wow, pakai meterai segala, merasa bersalah? Kalau merasa benar dan yakin dengan ucapannya harusnya berani dong bertanggung jawab. Kalau meminta maaf, kesannya agak bersalah gitu. Tapi meskipun meminta maaf, seperti yang terjadi pada Ahok, kasus hukum tetap lanjut. Maaf diterima, proses hukum tidak berhenti. Mau menyesal pun sudah terlambat.
Sebuah protokol sederhana, di mana awalnya sering asbun sesuka hati. Ngomong seenaknya tanpa dipikir dulu, apalagi ditambahi bumbu emosi, seringkali keluar statement yang provokatif. Begitu dikecam dan ada yang tersinggung apalagi ada rencana menempuh jalur hukum, barulah sadar dan mengeles mulai dari bikin klarifikasi hingga meminta maaf. Pokoknya koar-koar dulu, kalau sudah diblowup baru deh minta maaf, bila perlu pakai meterai 6 miliar.
Saya sungguh heran dengan mereka suka sekali mengungkit isu PKI. Isu ini saya rasa hanya digunakan untuk menggiring opini, padahal setahu saya keberadaan organisasi ini tidak ada lagi. Sedikit-sedikit teriak PKI, padahal kalau ditanya mana buktinya, mereka kabur. Menurut saya, adalah kebodohan kalau masih percaya adanya PKI hingga sekarang. Tuh yang paling jelas adalah yang koar-koar khilafah. Itu lebih nyata. Jangan dibalik-balik. Jangan-jangan isu ini akan dipakai oleh ehem ehem, untuk uhuk uhuk pada saat titik titik. Makanya terus digoreng. Mau pakai jurus lama.
Ah, sudahlah. Kalau memang Arief jadi dilaporkan dan diproses hukum, selamat menikmati dan memanen apa yang dia ucapkan. Kata-kata yang keluar dari mulut tak bisa ditarik kembali. Minta maaf silakan, tapi kalau sudah ada yang melaporkan, proses hukum biasanya tetap lanjut. Tadi dia bilang sifat dasar PKI adalah bertindak tanpa otak dan kurang waras. Lah, dia sendiri ngomong pake mikir. Situ waras?
https://www.detik.com/news/berita/3582448/ini-pernyataan-waketum-gerindra-wajar-pdip-disamakan-dengan-pki
https://www.detik.com/news/berita/d-3582472/waketum-gerindra-minta-maaf-soal-pki-pdip-tak-ada-tolerir