simple hit counter

Samakan Vaksin Dengan Miras, Dokter Dengan Pemabok, Logika Mabok Zaim Saidi

Semakin kesini semakin lain nuansa hidup di dunia ini. Ada orang tua yang menyimpan bayiny di freezer selama 3 bulan karena status tidak jelas, ada juga orang-orang yang membakar seorang pria yang BARU DIDUGA, mencuri ampli sebuah masjid tanpa adanya sebuah keadilan. Dunia semakin kacau.

Di lain sisi, masalah vaksin di Indonesia terus saja ramai dari pembahasan yang tidak ada habis-habisnya. Pembahasan bukan lagi masalah penting tidaknya vaksin, tetapi sudah kepada halal atau haramnya vaksin. Penjelasan apapun dari pemerintah tetap saja ada yang menganggap haram sampai ada stempel label halal dari MUI.

Apa iya setiap hal harus distempel label halal MUI baru disebutkan halal?? Nanti kalau orang mau menikah, bisa-bisa dicek semua bagian tubuhnya sama MUI dulu supaya tahu pria dan wanita ini masih halal atau sudah terkontaminasi keharaman dalam tubuhnya.

Atau ke depan nanti akan ada halal detector yang bakal ada di setiap tempat ibadah supaya tahu apakah sudah halal atau masih haram yang mau masuk. Atau kalau perlu semua yang ada di muka bumi ini dipertanyakan tingkat kehalalan dan keharamannya. Ironisnya, pergaulan dan hidup sosial pun akhirnya terpolarisasi antara mereka yang mengklaim dirinya halal dengan yang mereka klaim haram.

Menyedihkan dan sangat memprihatinkan. Indonesia sudah sangat jauh berubah. Semakin taat orang beragama, semakin sulit rasanya bisa hidup tenang di muka bumi ini. Padahal di jaman para nabi, tidak sebegitunya masalah halal dan haram ini dibahas, bahkan dalam hal obat-obatan.

Kini, gara-gara vaksin yang punya fungsi menyembuhkan, semua orang jadi pakar halal dan haram. Bahkan gara-gara vaksin, seorang, YANG KATANYA, pakar keuangan syriah menyebut bahwa “Membahas vaksin dengan para dokter itu serupa dengan membahas miras dengan pemabok.”

Sampai segitunya menolak vaksin meski belum ada label halal sampai menyamakan vaksin dengan miras dan dokter dengan pemabok. Perbandingannya sangat salah dan tidak benar. Kalau membandingkan membahas miras dengan pemabok, lebih tepat membahas rokok dengan perokok atau narkoba dengan pecandu narkoba.

Vaksin bukanlah miras yang merusak tubuh. Vaksin tujuannya adalah meningkatkan kekebalan tubuh terhadap suatu virus. Tidak divaksin akan mudah terserang penyakit karena suatu virus, tidak minum miras hidup akan jadi lebih sehat. Sebuah perbandingan yang jauh sekali logikanya.

Semakin tidak masuk akal adalah karena virus bukanlah dokter yang menggunakan, melainkan untuk anak-anak. Apa iya, dokter mabok vaksin sehingga menawarkan anak-anak untuk ikutan mabok vaksin?? Kalau miras memang diminum oleh pemabok dan menyebabkan orang mabok, tetapi vaksin tidak dipakai dokter dan tidak juga membuat dokter mabuk vaksin.

Pernyataan Zaim Saidi ini lantas mendapatkan respon beragam dari para warganet di twitter. Berikut beberapanya..

Menteri Kesehatan Nila Moeloek sendiri sudah menegaskan bahwa imunisasi measles rubella (MR) tidak haram. Masyarakat diminta tidak takut memberikan imunisasi kepada anaknya. Meski ada penolakan di Yogyakarta, Nila menegaskan hampir 100 persen sekolah dan madrasah menerima imunisasi rubella.

“Ini dari telur ayam, apa istilah dari embrio ayam. Saya sudah mengeluarkan statement tidak haram. Ini adalah melindungi anak kita dari cacat,” ujar Nila setelah mengikuti rapat koordinasi di Kemenkopolhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (3/8/2017).

Apakah pernyataan ini tidak cukup memberikan keamanan bahwa vaksin ini tidak haram?? Apakah butuh stempel MUI baru dipercaya vaksin tersebut halal??

Kasihan memang nasib anak-anak sekarang. Orangtuanya banyak yang terkena virus vaksinophobia karena dulu memang tidak divaksin supaya tidak terkena virus ini. Virus ini menurut saya lebih bahaya dari Islamophobia dan Kristenophobia serta yahudiphobia.

Karena hak seorang anak memperoleh kekebalan dipasung oleh phobia orang taunya terhadap vaksin. Menyedihkan.

Salam Vaksinophobia.

Samakan Vaksin Dengan Miras, Dokter Dengan Pemabok, Logika Mabok Zaim Saidi | admin | 4.5