Pak SBY Tolong Anak Buahmu Suruh Berhenti Jadi Provokator Soal Rohingya
Anda tentu tahu siapa Andi Arief dan Rachland Nashidik alias Ranabaja. Kalau PKS-Gerindra punya dynamic duo bernama Fahri Hamzah dan Fadli Zon, nah ini adalah dynamic duo versi Partai Demokrat. Nyaris setiap hari setiap waktu cuitannya di media sosial alih-alih membangun namun justru cenderung memprovokasi.
Kita semua sudah tahu bahwa Indonesia tidak tinggal diam dalam konflik di Rakhine-Arakan yang mayoritas dihuni etnis Rohingya dan kebetulan beragama Islam. Peristiwa di Myanmar itu kurang ajarnya digunakan oleh sekelompok politisi untuk menjatuhkan citra pemerintahan Presiden Joko Widodo. Mereka seolah ingin menciptakan gambaran kalau Jokowi diam dan tidak peduli dengan masalah ini.
Apakah Jokowi diam?
Ya tentu tidak. Retno Marsudi, Menteri Luar Negeri kita, bahkan ditelepon langsung oleh Kofi Annan. Pada 31 Agustus kemarin pun sudah diluncurkan Humanitarian Assistance for Sustainable Community (HASCO) untuk Myanmar. Program HASCO bertujuan untuk memberikan bantuan bagi rakyat Myanmar, khususnya di Rakhine State, dalam bidang peningkatan kapasitas, pengiriman tenaga ahli, livelihood, dan pemulihan.
Minggu sore ini pun, Bu Retno akan bertolak ke Myanmar membawa misi kemanusiaan Indonesia. Komunikasi yang dibangun Indonesia tak hanya dengan Myanmar, tetapi juga Bangladesh di mana negara itu kebetulan berbatasan dengan wilayah konflik.
Jadi bohong kalau dibilang Jokowi hanya membisu. Lagipula apa hubungannya dengan sikap Jokowi yang pendiam di masa SMA nya? Kalau Jokowi heboh dan rempong seperti kalian maka Jokowi tidak akan jadi presiden melainkan mungkin admin Lambe Turah atau provokator macam ini.
Tidak mungkin Bu Retno berangkat dan Kemenlu melakukan banyak hal tanpa persetujuan dan dorongan dari Presiden Joko Widodo. Hanya saja Jokowi memang tidak banyak omong lebih menekankan ke langkah konkret. Tapi hal ini tidak bisa membuat politisi dan sebagian masyarakat puas. Mungkin mau mereka Jokowi mengunggah kicauan yang diawali dengan kalimat, “saya prihatin…“.
“So, we choose to do something. Ada yang hanya berstatement. Kita bicara dan kita melakukannya, sehingga korban bisa betul-betul ditolong,”
“Saya sampaikan bahwa Presiden Joko Widodo sangat concern akan situasi yang terjadi dan menugaskan saya untuk menanyakan bantuan apa yang bisa diberikan ke Bangladesh soal pengungsi,”
Sumber : http://www.viva.co.id/berita/nasional/952776-sikap-presiden-jokowi-atas-tragedi-kemanusiaan-rohingya
“Kami akan menyampaikan concern kami, itu pasti, tetapi kita juga akan bahas apa yang pemerintah Myanmar dapat dilakukan. Pertanggungjawaban ada di pemerintahan Myanmar, tetapi ada bagian di mana kami dapat membantu, masyarakat internasional dapat membantu,”
“Karena situasi sangat dinamis dan mudah-mudahan tidak ada perubahan. Kita akan berdiskusi dan menyampaikan konsen pasti,”
Sangat kampungan sekali menurut saya kalau tragedi di sebuah negara kemudian dibawa-bawa ke Indonesia untuk memancing penilaian buruk terhadap Pemerintahan saat ini. Apa Jokowi terlalu hebat sehingga untuk menimbulkan kesan jelek maka kejahatan kemanusiaan di negara lain pun seolah yang harus bertanggungjawab dan banyak bertindak adalah Jokowi? Jangan-jangan ujung-ujungnya juga tragedi di Arakan dan Rakhine ini dianggap salahnya Jokowi (dan mungkin Ahok).
Myanmar itu negara yang berdaulat, Jokowi juga tidak punya hak bisa berbuat semaunya di sana. Sehingga memang membantu pun ada prosedur dan batasannya meski tentu saja negara kita sebagai tetangga di kawasan Asean juga tetap bergerak membantu. Bantuan yang diberikan pun juga tidak bisa terlalu mencampuri sistem. Yang dibantu paling utama adalah manusia-manusia yang tinggal di sana melalui pengobatan gratis, makanan, tempat pengungsian yang layak, dll. Selanjutnya tentu membantu dari jalur diplomasi.
Ternyata konflik Rohingya ini selain membangkitkan sisi kemanusiaan juga pada akhirnya membuat kita mengetahui jati diri mana politisi yang berpolitik untuk membangun negeri, mana yang senangnya melakukan hal-hal provokatif serta menyebarkan hal-hal yang tidak benar. Makin ilfeel rasanya pada mereka, partainya, dan juga bosnya yang buat saya pribadi telah gagal mengarahkan anak buahnya menjadi oposan yang elegan.
Baca Juga:
“satu-satunya syarat untuk kejahatan menang adalah orang baik tidak melakukan apa-apa” (Edmund Burke).