simple hit counter

“Omelan” Pak Ryamizard Ryacudu Ada Dasar Hukumnya Lohh

Menarik, pernyataan Menteri Pertahanan Indonesia, Ryamizard Ryacudu terkait soal keinginan 17 warganegara Indonesia yang sempat bergabung dengan ISIS tapi sekarang ingin kembali ke tanah airnya Indonesia.

Beliau memberikan pendapat tegas, bahwa lebih baik warganegara tersebut tidak usah kembali ke Indonesia. Seperti jawaban yang dia berikan kepada pers, “Enggak usah balik lagilah. Kalau mau berjuang, ya berjuang saja di sana sampai mati. Daripada ngerepotin, biarin sajalah di sana.” di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin tanggal 17 Juli 2017.

Latarbelakang permintaan dari 17 warganegara Indonesia untuk kembali ke Indonesia adalah, karena merasa tertipu sehingga mau bergabung dengan ISIS di sana (mendapati banyak perbedaan antara yang dijanjikan di media sosial dengan kenyataan di lapangan). Adapun posisi warganegara yang telah kabur dari ISIS tersebut tersebar di dua tempat. Sebanyak 12 perempuan di antaranya berada di kamp Ain Issa, sementara lima laki-laki berada di pusat penahanan Kobane, Suriah. Saat ini mereka tengah dimintai keterangan dan dipelajari kondisi serta situasinya sehubungan dengan paspor yang tidak mereka pegang.

Dalam hal ini, tentu pihak imigrasi dan kedutaan Indonesia (wilayah Damaskus) segera berkoordinasi dengan  otoritas setempat, pemerintah Indonesia juga Kemenlu Republik Indonesia untuk melakukan pendataan dan pemeriksaan terhadap status kewarganegaraan mereka.

Terlepas dari alasannya yang diberikan oleh warganegara Indonesia tersebut, memang belum bisa untuk segera diperiksa betul tidaknya mereka pernah bergabung dengan kelompok ISIS sebelum diketahui kebenaran apakah mereka memang warganegara Indonesia seperti keterangan yang mereka berikan kepada pihak kedutaan. Begitu juga soal hilangnya pasport mereka, bila betul mereka adalah warganegara Indonesia dan bila benar alasan mereka kenapa kehilangan pasportnya. Maka akan ada proses untuk itu.

Dalam pemberitaan, alasan mereka adalah kabur dari kamp ISIS setelah dua tahun menjadi simpatisan. Dan mereka memang berhak untuk menyatakan keinginan mereka untuk kembali ke Indonesia, sebagai warganegara Indonesia. Tapi tentu saja pemerintah harus memiliki dulu data akurat tentang kewarganegaran mereka, selanjutnya meneliti lebih jauh dan seksama tentang motif dan keinginan tersebut.

Keinginan mereka pulang, untuk sementara harus ditampung dulu, karena Indonesia harus mendalami keterlibatan mereka dengan kelompok terorisme tersebut, mengingat dunia internasional, terutama Negara-negara Asia selama ini terus menjadi sasaran dalam kegiatan perekrutan maupun terror yang dilakukan oleh organisasi teroris tersebut.

Terutama sekali perlu dilakukan penyelidikan secara mendalam mengenai, kenapa mereka terlibat, sampai sejauh mana keterlibatan mereka terhadap kelompok itu, lalu kabur dan ingin kembali ke Indonesia. Sehingga, landasan hukum yang menjadi dasar dari pemerintah dalam menyikapi kasus ini, tidaklah hanya Undang-undang tentang keimigrasian saja.

Secara prosedural tentang keberadaan warganegera di luarnegeri memang telah diatur didalam Undang-undang Keimigrasian. Terutama tentang keterangan diri (passport) warganegara Indonesia. Pentingnya passport bagi warganegara adalah selain sebagai keterangan diri yang berlaku secara internasional, terutama di Negara yang telah memberikan ijin kepada warganegara untuk dapat berkunjung atau tinggal disitu. Juga soal pendataan terhadap warganegara tersebut, baik Indonesia maupun Negara tempat ia tinggal, yang mendata tentang, data pribadi, apa yang dilakukan/dikerjakan, dan lain sebagainya. Ini adalah hal yang lumrah, dan semua Negara menganutnya.

Pentingnya passport bagi warganegara dalam kasus ini, menjadikan segala keterangan yang diberikan oleh 17 warganegara tersebut, menjadi hal yang harus diselidiki secara mendalam, apalagi ada keterkaitan mereka dengan kelompok teroris yang tengah dimusuhi oleh seluruh dunia. Inilah yang menjadikan alasan, Indonesia berhati-hati dan tegas dalam melakukan penyelidikan pendataan terhadap 17 warganegara tersebut yang ternyata tidak mereka pegang/miliki

Dalam pemberitaan, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu sudah memberikan pendapatnya tentang hal ini, tentu saja pendapat beliau tersebut ada acuannya. Bukan sekedar “ngomel” belaka. Apalagi ini menyangkut skala prioritas kepentingan Negara terkait soal pemberantasan dan anti terhadap terorisme, serta keamanan Negara yang tengah digalakkan. Dan ketentuan hukum yang menjadi landasannya adalah Undang-undang no 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.

Dalam kasus ini, menarik untuk ditelaah lebih lanjut berdasarkan Undang-undang Kewarganegaraan tersebut terutama tentang hal yang diatur dalam BAB IV tentang Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia. Pasal 23 menyebutkan beberapa hal tentang penyebab “ Kehilangan Kewarganegaraan” yang penjabarannya terbagi atas 9 sub pasal.

Pasal 23 ada sub pasal yang selama ini menurut saya belum pernah “dipakai”, atau belum ada kasusnya. Selama ini, sub pasal pada pasal 23 lebih diterapkan pada suatu perkawinan campuran antara warganegara Indonesia dengan warganegara asing. Atau tentang anak hasil dari perkawinan campuran tersebut.
Adapun sub pasal yang dimaksud adalah:
d. masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden;
e. secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh Warga Negara Indonesia;
f. secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut;

Bila dalam penyelidikan nanti, para WNI tersebut terbukti telah terlibat pada hal-hal atau salahsatu hal yang diatur didalam sub pasal tersebut, bukan tidak mungkin, mereka dapat kehilangan kewarganegaraannya. Termasuk bila terbukti pula telah melakukan tindak pidana terhadap pasportnya. Maka bukan tidak mungkin, mereka tidak diperbolehkan kembali ke tanah air, atau parahnya akan kehilangan kewarganegaraannya.

Walaupun pada Bab dan pasal selanjutnya, yaitu Bab V tentang Syarat Dan Tata Cara Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia terutama pada pasal 32, dapat menjadi jawaban bagi pasal 23 sub pasal d, e, f diatas. Bila telah kehilangan kewarganegaraannya yang telah dihilangkan, tetapi tetap berniat untuk menjadi warganegara Indonesia. Namun itu bukan perkara mudah dan belum tentu akan mendapat jawaban yang diinginkan, yaitu dapat kembali menjadi warganegara Indonesia. berbeda dengan kehilangan kewarganegaraan pada pada persoalan kawin campur atau antar negara.

Apalagi bila alasan hilangnya kewarganegaraan tersebut telah terbukti ada keterlibatan warganegara tersebut dengan kelompok teroris yang sedang diperangi Negara selama ini. Ada hal lain yang menjadi menarik adalah, sub pasal ini, sepengetahuan penulis, belum pernah dipakai, atau belum ada kasusnya selama Undang-undang ini diberlakukan.

Pak Ryamizard Ryacudu bukan sembarang “Ngomel” soal 17 warganegara ini. Bila terbukti mereka memang telah mendukung dan terlibat dalam kerja-kerja kelompok teroris. Maka bukan tidak mungkin pasal 23 pada Undang-undang Kewarganegaraan tersebut dapat diberlakukan bagi mereka, dan itu merupakan kewenangan Negara. Omelan tersebut juga merupakan “Warning” bagi mereka yang masih mau mendukung atau terlibat dalam kelompok teroris tersebut.

“Omelan” Pak Ryamizard Ryacudu Ada Dasar Hukumnya Lohh | admin | 4.5