Ngeri-ngeri Sedap, Polri Sedang Buru Kelompok Penyebar Hoax Rohingya
Sebenarnya konflik Rohingya ini sudah pernah memanas di tanah air beberapa tahun lalu, meski tidak sepanas sekarang. Ujaran kebencian di media sosial terhadap umat Budha pun tak terelakkan. Dan yang paling gila adalah tersebarnya foto-foto hoax seolah itu adalah kejadian yang sedang berlangsung Myanmar. Mayat bergelimpangan, tak lupa foto para Biksu pun ada di foto untuk menambah kesan dramatis. Kalau tak salah ingat, ada lebih dari 5 foto hoax yang pernah saya lihat kala itu.
Setelah dilakukan penelusuran, ternyata foto-foto tersebut adalah hoax, dan dari sanalah saya tahu ada maksud di balik semua ini. Apa lagi kalau bukan ingin menciptakan keresahan? Apa lagi kalau bukan ingin meniupkan api kisruh di tanah air? Siapa lagi pelakunya kalau bukan mereka yang berlabel kaum sumbu pendek yang tidak senang Indonesia damai? Mereka ini selalu suka memanfaatkan celah sekecil apa pun untuk melegakan hasrat gilanya.
Salah satu foto hoax yang saya lihat beberapa tahun lalu tersebut adalah foto di mana beberapa biksu berpakaian merah terlihat seperti habis membantai banyak orang, padahal itu biksu Tibet yang membantu evakuasi mayat korban gempa di China. Jelas sekali mayatnya semua berkulit agak putih, sedangkan warga Rohingya (bukan bermaksud rasis) kebanyakan berkulit gelap. Dari sini saja sudah ada keanehan.
Foto lainnya adalah foto demonstrasi yang dilakukan masyarakat Myanmar pada 2007 silam dan kebetulan ada biksu di foto tersebut. Tapi foto tersebut kemudian dipelintir seolah biksu melakukan pembantaian dan pengusiran terhadap etnis Rohingya. Ada pula foto orang yang lari sambil terbakar, yang dipelintir sebagai etnis Rohingya yang dibakar. Padahal kenyataannya itu adalah aksi bakar diri yang dilakukan seorang aktivis Tibet saat presiden China berkunjung ke India.
Dan yang paling heboh adalah ketika Tifatul Sembiring mengunggah foto hoax yang dipikirnya sebagai foto mengenai konflik Rohingya padahal itu adalah foto konflik di Thailand pada tahun 2004 lalu. Tanpa filter atau cek kebenaran, malah langsung dishare ke followernya yang berjumlah sejuta lebih. Meksi sudah minta maaf, tapi satu pertanyaan penting adalah bagaimana dengan mereka yang sudah terlanjur percaya dan terpancing emosinya?
Nah, ketika konflik Rohingya mereda, foto-foto tersebut seolah ikut lenyap entah ke mana. Barulah beberapa hari belakangan ketika konflik ini kembali memanas, foto tersebut muncul lagi entah dari mana. Dan anehnya, sebagian besar dari foto-foto tersebut sudah pernah saya lihat sebelumnya beberapa tahun lalu. Ini sepertinya memang ada udang di balik batu. Ada tujuan di balik tersebarnya foto-foto tersebut. Seperti sengaja disebarkan lagi untuk bikin kisruh.
Dan herannya masih saja ada yang percaya dengan foto hoax tersebut. Dan sebagian yang tertipu pun meluapkan kekesalan dan kemarahannya, bahkan tidak sedikit pula yang melontarkan ujaran kebencian dengan kata-kata kasar yang mengerikan, tertuju pada umat Budha. Saya hanya bingung kenapa hal seperti ini dibiarkan begitu saja? Api kecil seperti ini bila tidak segera dipadamkan, lama-lama akan membesar dan sulit diatasi.
Ternyata, untunglah, penyidik cyber crime Mabes Polri saat ini sedang menelusuri kelompok penyebar berita dan foto hoax di media sosial terkait konflik Rohingya. Setelah Saracen, kelompok penyebar hoax Rohingya ini juga akan diburu karena telah meresahkan dan diduga ingin mengganggu keamanan di Indonesia.
Saya hanya bisa berharap kelompok sinting ini atau pun individual yang menjadi biang kerok bisa segera terciduk dan bila perlu digebuk saja. Tindakan mereka sudah keterlaluan, tidak memperhatikan efek samping dan konflik horizontal yang dapat tersulut api kapan saja gara-gara masalah ini. Mereka yang menjadi korban hoax atau propaganda hatespeech bisa saja memicu konflik dengan menggunakan sentimen agama.
Kalau sudah tertangkap, mohon jangan diberi ampun, karena tindakan menyebarkan hoax dan ujaran kebencian adalah tindakan yang sudah melewati batas. Lebih kurang ajar lagi kalau tujuan ini adalah untuk menggoyang pemerintahan Jokowi. Harus diusut, apakah ada indikasi ke arah sana. Sungguh keterlaluan kalau negara ini diobrak-abrik dengan mengimpor konflik yang sedang terjadi di luar negeri. Ini namanya tak ada otak. Ini namanya kaum sumbu pendek level akut dan tulen 100 persen.
Meski kita bisa tahu mana yang hoax mana yang bukan, saya yakin ada segelintir orang yang tertipu mentah-mentah. Mereka inilah yang suka dimanfaatkan oleh oknum atau kelompok tertentu yang punya kepentingan, yang sering dijadikan senjata untuk bikin suasana makin keruh. Mereka-mereka inilah yang menjadi alasan mengapa hoax masih terus bertebaran. Masih banyak yang suka tertipu.
Kelompok ini jika tidak segera dibereskan, akan sangat membahayakan keselamatan negara. Hanya dengan modal hoax, mereka sudah bisa mengobrak abrik negara, tanpa mengenal etika, moral dan manusiawi. Mereka tak mengenal itu, namanya juga tak punya otak. Mau bagaimana lagi? Mereka inilah yang harus segera dibereskan dan digebuk.
Bagaimana menurut Anda?
https://m.merdeka.com/peristiwa/usai-saracen-mabes-polri-bidik-kelompok-penyebar-hoax-tragedi-rohingya.html