Musuh (1): Musuh Islam
Ada dua kata yang belakangan gemar sekali diucapkan oleh sekelompok orang, namun saya yakin mereka sendiri tidak yakin dengan makna dari ucapan itu; musuh Islam.
Bagaimana tidak mengharu biru perasaan kita sebagai manusia yang papa, jauh dari ilmu, jauh dari sempurna, sedangkan di sekitar kita, ada manusia yang merasa begitu sempurna, menunjuk manusia lain sebagai musuh Islam, seolah-olah Islam itu mereka yang punya.
Islam diciptakan oleh Tuhan Sang Maha, Maha dari segala Maha, Sumber dari segala Sumber. Lalu Islam diajarkan kepada Rasulullah Saw, seorang manusia yang sebaik-baiknya manusia. Maka kita harus sepakat, hanya Allah dan RasulNya yang paling tahu tentang Islam. Hanya Allah dan RasulNya yang paling tahu siapa musuh Islam. Selain Allah dan RasulNya, maka kita ini hanyalah menduga-duga, menelaah, mengevaluasi, menginterpretasi, mencoba menyimpulkan. Namun tetap kebenaran hanya milik Allah, bukan milik kita manusia papa.
Masih dekat di ingatan kita, bagaimana seorang Ahok disebut musuh Islam. Yang terbaru ada lagi disebutkan bahwa Dedi adalah musuh Islam. Apakah mereka pernah menemukan di dalam Al Quran dan Al Hadist bahwa ada ayat yang menyatakan Ahok atau Dedi adalah musuh Islam? Oh, tentu tidak. Tapi mereka akan berkelit, Ahok musuh Islam karena dia kafir dan telah menista Al Quran, sedangkan kriteria menista saja masih menjadi perdebatan. Mengapa menjadi perdebatan? Karena kembali lagi, kita ini hanyalah menduga-duga, menelaah, mengevaluasi, menginterpretasi, mencoba menyimpulkan. Namun akhirnya kebenaran hanya milik Allah, bukan milik kita yang suka marah-marah menunjuk orang sebagai kafir.
Lalu bila seseorang itu adalah beragama islam, seperti Dedi (tidak yakin maksudnya Dedi yang mana, mungkin Dedi Mulyadi), bagaimana pula mereka menggolongkannya ke dalam musuh Islam? Yaitu, dengan cara mencari tingkah laku orang tersebut yang dapat digolongkan sesat menurut bahasa mereka.
Ini mereka berlakukan tidak hanya untuk tokoh politik, ulama pun, yang tidak sejalan dengan mereka, mereka cap sebagai ulama jahat, musuh Islam.
Jadi, setelah ada stempel kafir, sesat dan jahat, maka diproklamirkan oleh mereka bahwa orang-orang tersebut adalah musuh Islam.
Mari kita bantah akal bulus mereka. Apakah perlu? Perlu tidak perlu sih! Kalau Anda cukup punya benteng untuk mengerti bahwa sesungguhnya mereka tidak melakukan itu demi agama Islam, namun semata hanya demi kepentingan mereka sendiri, maka menjadi tidak perlu. Tapi menjadi sangat perlu jika Anda mengira tindakan mereka adalah tuntunan agama. Saya pikir itu bukan tuntunan agama.
Mengapa?
Mari kita camkan ini, sebuah tauladan dari Rasulullah Saw! Sebagai umat Islam, kita sama-sama harus meneladani Rasul Allah, Muhammad Saw. Karena beliau adalah indikator keislaman.
Apakah Anda tahu bahwa beliau pernah memberi makan seorang Yahudi, yang dalam kamus kalian adalah kafir, seorang gelandangan di pasar, yang dengan mulut sadis, penuh kebencian dan kedengkian, mencaci maki Rasulullah dan Islam.
Orang tua itu Yahudi! Yahudi itu mencaci maki Islam! Yahudi itu mencaci maki Rasulullah dan memfitnah Islam!
Sedangkan pada saat yang sama, tanpa si Yahudi tahu, bahwa dia sedang disuapkan makanan oleh Rasulullah dengan penuh kelembutan. Apakah, mendengar segala sumpah serapah dan fitnah Yahudi itu, Rasulullah marah dan menunjuknya sebagai musuh Islam? Ternyata tidak saudara-saudara! Jangankan memusuhi, menghentikan suapannya saja pun tidak. Rasullulah tetap dengan kelembutan dan kasih sayang, memberi makan Yahudi tersebut. Bahkan sampai akhir hayat Rasulullah, beliau tetap senantiasa mengunjungi si Yahudi dan memberi makan.
Dengan satu contoh ini saja, saya bisa bilang bahwa Anda sangat gegabah menuduh orang sebagai musuh Islam. Allah tidak pernah menyebutkan bahwa Yahudi tua itu adalah musuh Islam. Rasullullah tidak pernah mengklaim bahwa Yahudi tua itu musuh Islam.
Lalu siapa Anda yang dengan berani menyebutkan orang per orang adalah musuh Islam? Mohon jangan mudah dibodohi oleh orang-orang yang mengaku Islam, namun jiwanya justru jauh sekali dari apa yang dicontohkan Rasulullah.
Bagaimana Anda bisa mengimami seorang yang mengaku Imam, namun kabur saat dipanggil pengadilan? Mau tahu kah Anda apa yang dicontohkan oleh Sahabat Ali Ra, saat berseteru dengan seorang non muslim mengenai kepemilikan baju besi? Beliau dengan gagah mendatangi pengadilan, dan pada saat keputusan hakim, baju adalah menjadi hak orang non muslim, maka dengan legowo beliau patuh pada keputusan pengadilan, padahal sesungguhnya baju yang diperselisihkan adalah milik beliau semata. Pikirkan itu, kalau Anda merasa Imam Anda adalah keturuan langsung dari Sahabat Ali Ra, maka Anda harus tuntut dia berlaku seperti Ali Ra.
Eh, dari tadi saya ber-Anda-Anda. Siapa maksudnya Anda? Ya Anda, kamu, kalian dan saya, kita semua yang masih merasa kebenaran Tuhan adalah sudah menjadi hak pribadi.