Misteri Setnov “The Untouchable Man”

Sumber foto : CNN indonesia
Akhirnya pada Senin 17/7/2017 malam kemarin, KPK resmi menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP. Pengunguman resmi dari KPK tersebut jelas sangat mengejutkan khalayak ramai dunia “persilatan” politik tanah air. Setnov memang bukan nama asing dalam karut marut perselingkuhan bisnis percaloan/makelar yang melibatkan konspirasi para politisi Senayan selama ini.
Jauh sebelumnya, pada tahun 2001 yang lalu, nama Setnov sudah masuk list dalam perkara korupsi. Ketika itu nama Setnov dikaitkan dengan kasus hak tagih piutang Bank Bali sebesar Rp 3 triliun milik Djoko Tjandra, bos grup Mulia yang hingga kini masih buron. Lalu pada 2010 lalu, nama Setnov juga dikaitkan dengan kasus penyeludupan beras impor dari Vietnam sebanyak 60.000 ton.
Kemudian dalam kasus suap PON Riau yang menyeret mantan Gubernur Riau, Rusli Zainal ke bui, nama Setnov juga disebut-sebut. KPK bahkan kemudian menggeledah ruang kerja Setnov di lantai 12 Gedung DPR, Senayan untuk mencari bukti keterlibatan Setnov dalam kasus tersebut, dan hasilnya nihil! Setnov akhirnya dinyatakan tidak terlibat dalam kasus suap PON Riau tersebut.
Pada kasus sengketa beberapa Pilkada di MK yang kemudian menyeret Akil Mochtar dipenjara seumur hidup, KPK lalu memeriksa Setnov sebagai saksi dalam kasus dugaan suap, gratifikasi dan pencucian uang di MK tersebut. Nama Setnov sempat disebut dalam sebuah rekaman pembicaraan antara Akil Mochtar dengan Ketua DPD Golkar Jatim, Zainuddin Amali.
Setnov ini memang “sangat akrab” dengan KPK. Setnov adalah salah satu dari sedikit “orang kuat” di republik ini yang rajin diperiksa KPK sebagai saksi dalam banyak kasus korupsi yang selalu dapat menyeret para pelakunya untuk mendekam di bui! Akan tetapi dari semua kasus-kasus tersebut, Setnov selalu berhasil lolos dari lubang jarum…
Dua kasus bernuansa politik lainnya, ternyata tidak mampu juga untuk melumpuhkan Setnov! Yang pertama adalah kasus Trumpgate. Ketika itu Setnov dan Fadli zon sebagai Ketua dan Wakil Ketua DPR RI dipanggil Trump untuk “cengengesan” mendengar pidatonya dalam sebuah acara kampanye Trump di Amerika Serikat. Kedua orang itu “terlihat bodoh” dalam acara tersebut, membuat banyak warga Indonesia di tanah air menjadi murka. Setnov pun akhirnya diseret ke sidang etik MKD. Tetapi dia hanya ditegur ringan saja….
Dalam sinetron “Maling teriak maling” scene “Papa minta saham” yang membuat pakde murka, “kelicinan” Setnov memang benar-benar diuji! Dalam kasus ini, Setnov dijebak oleh SS dan MS lewat sebuah rekaman percakapan “ilegal” mereka dengan “Raja minyak” Riza Chalid, yang mencatut nama pakde dan Luhut Panjaitan. Lewat rekaman tersebut, SS kemudian mengadukan Setnov ke Mahkamah Kehormatan Dewan. Sebelum dihukum, Setnov “keburu” mengundurkan diri, yang lalu membuat hukuman itu menjadi raib tak berbekas…
Kursi Setnov sebagai Ketua DPR kemudian diduduki oleh Akom. Tetapi tak lama kemudian Akom terkena hukuman dari MKD DPR. Akom lalu dipecat untuk kemudian digantikan lagi oleh raja lama, Setnov! Tak lama kemudian SS dipecat oleh pakde karena terlibat perselisihan dengan “Raja kepret” Rizal Ramli di blok Masela yang sarat dengan kepentingan itu. Setelah dipecat dari jabatan menteri, kini SS terlihat asik menggarap APBD dari sebuah provinsi…
Setnov ini memang licin sekali, bak “belut kecebur oli bekas!” Begitu banyak kasus yang menjeratnya, sehingga beberapa kali harus diperiksa KPK sebagai saksi. Akan tetapi semuanya itu tidak mampu menjadikannya sebagai tersangka. Hingga kasus mega korupsi e-KTP akhirnya membuat Setnov menjadi tersangka. Akan tetapi ada satu hal menarik dalam kasus e-KTP ini. Tidak terlihat adanya aliran uang ke Setnov! Padahal banyak pihak yang jelas-jelas terlihat menerimanya. Sebagian malah “terpaksa” harus mengembalikan uang haram tersebut ke KPK.
***
Terlepas dari aspek hukum terkait ditetapkannya Setnov menjadi tersangka dalam kasus mega korupsi e-KTP ini, patut kita cermati aspek politik terkait penetapan tersangka oleh KPK ini.
Pertama, terkait Hak angket KPK.
Sebelumnya para warga Senayan, terutama yang namanya “tercatut” dalam BAP Miryam Haryani, telah melakukan aksi perlawanan terhadap KPK dengan menggelindingkan Pansus hak angket KPK. Sebagian malah kemudian mengunjungi para koruptor di Lapas Sukamiskin untuk mencari kelemahan-kelemahan KPK! Masyarakat lalu skeptis menyikapi kunjungan DPR tersebut. Ada yang bertanya mengapa DPR mengunjungi para maling untuk mencari dukungan. Sebagian lagi menduga, warga Senayan itu hanya mencoba orientasi lapangan sebelum benar-benar mendekam disana nantinya. Ada juga yang mengatakan bahwa sebagian dari mereka itu membawa meteran untuk mengukur dinding sel yang kelak akan mereka lapisi dengan wallpaper….
Aksi-aksi DPR tersebut jelas membuat KPK kelabakan, apalagi ada rencana boikot anggaran KPK! Solusi untuk masalah ini sederhana saja. KPK harus bergerak cepat untuk menyidik nama-nama yang diduga terlibat, lalu secepatnya menetapkannya menjadi tersangka ketika bukti permulaan sudah cukup! Tentu saja akan ada perlawanan dari para pelaku rasuah berjamaah ini. Akan tetapi ketika sang “papa” terlihat pasrah dijadikan tersangka, maka gerobolan “anak-anak nakal” ini sedikit banyaknya akan kehilangan nyali untuk berbuat “asusila” kepada KPK…. Jadi penetapan tersangka Setnov ini mungkin ada kaitannya dengan Pansus hak angket KPK.
Kedua, terkait posisi strategis Setnov.
Setnov adalah figur sentral dalam dunia politik Indonesia, terkait posisinya sebagai Ketum Partai Golkar. Pria flamboyan yang tak banyak bicara ini bukanlah sosok kontroversial seperti misalnya Fadli Zon atau Fahri Hamzah. Setnov figur yang sangat dihormati oleh kawan maupun lawan politiknya. Posisinya yang seperti “joker” itu membuatnya mudah untuk “berselancar” kesemua tempat yang tidak mampu digapai oleh politisi-politisi Senayan lainnya. Setnov menjadi figur penting dibalik kokoh dan ambruknya KMP Prabowo Subianto. Peran Setnov juga sangat besar dalam menggolkan UU-Tax Amnesty yang seperti “hanya membalikkan telapak tangan itu saja….”
Pertanyaannya adalah, “Bagaimana hitung-hitungan politis antara Pemerintah-KPK-Setnov?” Pemerintah jelas membutuhkan peran sentral Setnov sebagai “katalisator” politik di Senayan. Akan tetapi kini KPK juga membutuhkan peran Setnov sebagai “palu” untuk mendobrak pintu e-KTP, dan sekaligus menjadi “perisai” untuk berlindung dari gempuran Pansus hak angket KPK! Ini seperti buah simalakama. KPK adalah institusi hukum. Pemerintah dan DPR adalah produk politik! Ketika politik dan hukum tidak bisa berjalan seiring, maka harus ada yang dikorbankan agar semuanya terlihat harmonis…
Ketiga, terkait dunia politik tanah air.
Penetapan Setnov menjadi tersangka, jelas mempengaruhi peta perpolitikan tanah air. Kalau Ketua DPR yang sekaligus Ketum sebuah partai besar bisa dijadikan tersangka, mengapa pula wakilnya tidak… Artinya, kini semua orang yang melanggar hukum pasti akan ditindak tanpa pandang bulu, baik yang berbulu banyak, sedikit maupun yang tak berbulu…
Lantas ada yang iseng mengaitkan penetapan tersangka Setnov ini dengan ormas-ormas berhaluan anarkis anti Pancasila. Kalau Setnov sebagai Ketum sebuah partai besar bisa dijadikan tersangka, mengapa pula Ketum ormas kecil bermodal sweeping tidak bisa dijadikan tersangka kalau melanggar hukum…
Setnov adalah tokoh sentral dalam diplomasi dan lobi-lobi politik tanah air. Ketika terjadi deadlock, peran Setnov menjadi vital dalam mencairkan dan mencarikan solusi bagi banyak pihak. Setnov selalu menyediakan “pintu belakang untuk negosiasi” ketika berhadapan dengan lawan politiknya, agar “hal-hal buruk” bisa dihindarkan. Peran sentral Setnov ini tentu saja tidak akan bisa dimainkan oleh para wakilnya yang sekelas Fadli zon atau Fahri Hamzah itu! Selain itu, ketiadaan Setnov nantinya akan sedikit mengubah lobi-lobi politik di Senayan.
Sangat menarik untuk mencermati perkembangan dari kasus Setnov ini nantinya, bukan hanya bagi Setnov saja, tetapi juga bagi posisi KPK dan sikap politik Pemerintah….
Salam hangat,
Reinhard Hutabarat