Mencermati dan Belajar Dari “Peran Politik” Anak-Anak Jokowi di Luar Dunia Politik
Memang benar bahwa anak-anak Jokowi tidak terlibat dalam panggung perpolitikan negeri ini, namun sebenarnya apa yang dikerjakan oleh anak-anak pakde Jokowi itu menjadi penyedap panggung politik negeri ini. Jika beberapa presiden RI sebelumnya keterlibatan anak-anaknya di panggung politik jelas, maka anak-anak Jokowi memilih bermain di luar panggung politik. Lalu pertanyaannya adalah, adakah pengaruh politik dari “peran di luar layar” anak-anak Jokowi terhadap karier politik Jokowi?
Tulisan ini hendak mencoba melihat sisi lain pilihan hidup anak-anak pakde Jokowi di dalam menjalani kehidupannya dan mencoba mengaitkannya dengan dunia politik pakde Jokowi. Karena anak pakde Jokowi ada tiga , maka dari ketiganya akan penulis coba menarasikannya satu persatu. Untuk mempermudah mengikuti alur tulisan ini, maka penulis akan memulai dari anak pertama, kedua dan kemudian yang terakhir.
Dimulai dari Gibran Rakabuming Raka, anak sulung Jokowi, seperti bapaknya, bergaya santai dan nampaknya ingin mendobrak gaya protokelar keluarga istana. Selain gaya yang kelewat santai, Gibran juga mendobrak tradisi anak presiden yang memanfatkan fasilitas istimewa anak presiden untuk kesuksesan usaha dan kadang bidang politiknya. Gibran tidak memanfaatkan jabatan bapaknya untuk kelancaran usahanya, malah semasa bapaknya maish menajdi walikoto Solo, menolak mentah-mentah “proyek-proyek” dari pihak pemerintahan.
Gibran ingin merdeka, ingin terbebas dari lilitan benang kusut keterkaitan antara penguasa dan kelancaran usaha keluarga. Gibran ingin mandiri dan secara tidak langsung ingin menampar para “kakak-kakak sepupunya” yang memanffaatkan jabatan bapaknya demi suksesnya usaha bisnis mereka.
Lihat saja keluarga cendana, semua anak-anak cendana memaksakan sukses dengan memanfaatkan jabatan presiden bapaknya. Dinasti Cikeas juga demikian, memang belum jelas jenis usaha bisnis keluarga Cikeas, namun “bisnis” politik SBY yang menempatkan anak-anaknya menjadi tokoh utama, tidak bisa tertutupi dari pandangan masyarakat.
Anak kedua Jokowi, anak yang paling cantik diantara anak-anak Jokowi, Kahiyang Ayu. Nama Kahiyang nampaknya dekat dengan kata “kayangan” yang dalam pemahaman Jawa setara dengan Surga, sebuah tempat atau keadaan yang serba indah dan menyenangkan. Sekelumit sejarah kata surga menurut penulis. Surga, dari kata Su dan arga, Su berarti kebaikan, keindahan sementara Arga bisa berarti gunung atau tempat yang tinggi. Su dan arga saat digabung menjadi Swarga. Jadi dugaan penulis, nama Kahiyang Ayu bisa berarti perempuan yang berhati Surga dan juga berwajah ayu atau cantik.
Tidak banyak cerita atau info tentang mbak Kahiyang, satu-satunya yang nampak heboh adalah saat ikut mendaftar menjadi PNS di Solo. Saat itu banyak yang menduga bahwa mbak Kahiyang akan lolos mudah karena dia adalah anak pejabat. Namun faktanya,mbak Kahiyang Ayu malah tidak lolos menjadi pegawai negeri Sipil di Solo. Ini sangat menarik untuk dicermati, bahwa itu adalah cara pakde Jokowi memberikan didikan yang baik dan benar kepada anak-anaknya dan juga kepada masyarakat.
Untuk anaknya, tujuan pakde Jokowi jelas. Jalani hidupmu sesuai dengan bakat dan talentamu. Jika hanya memanfaatkan jabatan orangtua atau keluarga dan itu tidak sesuai dengan kemampuan, maka itu adalah pembodohan. Selain memberi pendidikan yang tepat untuk anak-anaknya, tanpa disadari, pakde Jokowi juga memberikan pendidikan untuk masyarakat, bahwa jabatan itu hanya untuk diri sendiri dan tidak bisa diwariskan. Ini yang seharusnya dibaca oleh masyarakat, jangan mentangt-mentang pejabat lalu minta diistimewakan, jangan mentang-mentang anak pejabat lalu melanggar aturan seenaknya sendiri.
Lalu yang terakhir, si anak bungsu yang gaul habis. Kaesang Pengarep. Nama ini sebenarnya jika dieja dengan cara berbeda akan memunculkan arti yang berbeda. Kae Sang Pengarep. Dari kata kae, bahasa Jawa yang merupakan kata penunjuk untuk obyek yang berjarak. Dalam bahasa Indonesia kata kae bisa disejajarkan dengan kata itu. Secara filsafat bahasa, kata kae itu dikatakan oleh orang untuk menunjuk sesuatu yang lain.
Kemudian kata sang, tidak bisa diartikan secara sendiri, karena kata sang itu adalah kata sandang atau gelar. Kata sang bisa di peruntukkan untuk sesuatu dan biasanya untuk yang spesifik, seperti misalnya sang penguasa, sang pangeran dan seterusnya. Sedangkan kata pengarep berarti yang terdepan. Sehingga jika diartikan, nama Kaesang Pengarep berarti “itu dia yang terdepan”.
Entah apa tujuan pakde memberi nama ini justru untuk anak ragilnya, dan juga apakah mas bos Martabak, Gibran dan mbak Kahiyang Ayu tidak protes dengan nama adiknya, karena nama itu sejatinya menyingkirkan kakak-kakaknya dalam soal harapan. Maka jika nama juga merupakan doa dan harapan, sejatinya yang diharapkan menjadi yang terdepan oleh pakde Jokowi adalah Kaesang.
Lalu bagaimana peran Kaesang dalam panggung politik Indonesia dan pengaruhnya untuk pakde Jokowi?
Sampai detik ini belum ada informasi jelas terkait pekerjaan si bungsu pakde Jokowi. Satu hal yang paling dikenal oleh khalayak adalah aktifitas Kaeang di dumay, alias dunia maya. Persis seperti Gibran, Kaesang kelewat santai meniti hidup dan kehidupannya, secara khsusus di dunia maya. Blognya diikuti banyak orang dan komentar-komentarnya atau pernyataan-pernyataanya sangat dinantikan oleh publik. Mengapa dinantikan banyak orang? Karena apa yang diungkapkan Kaesang adalah sesuatu yang cerdas dan merdeka, tanpa takut meruntuhkan kewibawaan orangtuanya.
Dan dari apa saja yang Kaesang tulis, selalu dilihat oleh masyarakat yang waras sebagai wujud kecerdasan Kaesang. Kritik-kritik sosial menggelegar membahana menghantam siapa saja dan nampaknya yang sering tersengat adalah keluarga pak mantan. Dan jika diukur dari aspek kepopuleran, nampaknya doa pakde Jokowi terkabul karena yang menjadi terdepan diantara anak-anaknya adalah si bungsu, Kae Sang Pengarep.
Itulah keadaan anak-anak pakde Jokowi yang sama sekali tidak terlibat dalam dunia politik tidak memanfaatkan jabatan bapaknya untuk suksesnya menjadi PNS dan kebebasan si bungsu menuangkan ide dan pendapatnya. Meskipun nampak jauh dari panggung politik, namun sejatinya menurut penulis, itu adalah strategi jitu pakde untuk dunia politiknya.
Pakde Jokowi ingin pelan namun pasti, masyarakat menjadi paham apa itu dunia politik, bagaimana membangun strategi elegan tanpa menghadirkan kegaduhan. Pakde ingin mendidik semua elemen masyarakat dan di dalamnya juga ada para politisi dan juga negarawan yang nampaknya gagal paham akan dunianya, dunia politik dan dunia kenegaraan.
Memang lembut cara pakde menyerang rival-rival politiknya dan juga lembut cara pakde mendidik masyarakat. Dari ketiga putra-putri pakde Jokowi, kita semua, masyarakat Indonesia (yang waras tentunya, yang tidak waras ya silakan berkomentar sesuai kadar ketidakwarasan kalian), diajak untuk belajar untuk hidup yang sesungguhnya bahwa masing-masing manusia memiliki keunikan terkait hidupnya. Meskipun dirinya presiden, pakde Jokowi tidak memberikan keistimewaan untuk anak-anaknya, tidak memaksa anak-anaknya.
Gibran tidak dipaksa memakai batik khas Solo saat ketemu Agus Yudhoyono, Kahiyang Ayu tidak dipaksa jadi PNS dengan cara selalu ikut tes CPNS setiap saat dan juga si Ragil, Kae Sang Pengarep, tidak dilindungi saat dilaporkan oleh orang kurang penuh kesehatannya karena ucapan ndesonya. Itulah pakde Jokowi, selalu bertindak hati-hati dan selalu berefek hebat, diam dan pelan atau senyap, namun efeknya luarbiasa.
Teruskan perjuangan itu pakde, juga budhe Iriana..
Lan Kalian, Bran, Ayu lan Koe Sang, tetepo wae sing nyantai…nyonge seneng gayane rika…salam