simple hit counter

Mata Kuliah Kepemimpinan dari Panglima Tertinggi

Ilustrasi (rickfreyconsulting.com)

Baiklah saya akan menuliskannya untuk Anda!

Tulisan ini saya buat tadi malam. Sebenarnya tadi malam itu saya sudah mulai mengantuk dan berniat siap-siap untuk mematikan lampu kamar saya kemudian bergegas tidur. Tapi tiba-tiba rasa kantuk itu seketika hilang sama sekali saat chat saya dibales oleh seseorang. Seseorang yang dulu pernah bertahta di hati saya (dan sepertinya sampai sekarang dia masih menguasai tahta itu). Jujur saya membuat tulisan ini disertai perasaan yang gimana gitu saking bahagianya hati saya. Hehehe

Eh, tapi sebelum chatting itu berlangsung, sebenarnya ada berita yang membuat hati saya tak kalah senangnya dengan obrolan bersama seseorang yang saya sebut di atas. Memang sih yang membuat kantuk saya hilang sama sekali adalah obrolan yang saya ceritakan, tapi berita yang akan saya ceritakan inilah yang menjadikan saya bersemangat untuk segera membuat tulisan ini, meskipun baru bisa saya terbitkan pagi ini. Bisakah Anda menebak, berita apa yang saya maksud?

Iya, berita apa lagi kalau bukan tentang Presiden kita yang hebat, Bapak Ir.Joko Widodo. Sepertinya memang tak akan ada habisnya jika membahas Wali Kota Solo periode 2005-2012 ini. Karir cemerlang, penampilan apa adanya, keluarga bahagia, semuanya membuat siapapun “iri”. Belum lagi sepak terjangnya dalam segala bidang yang selalu memukau banyak orang

Tunggu sebentar, sebelum melanjutkan, saya ingin tetap mengatakan sesuatu kepada Anda. Bagaimanapun saya memuji kelebihan Presiden Jokowi, tetap saya katakan bahwa beliau adalah manusia biasa. Beliau bisa saja berbuat salah, kelemahan dalam suatu hal pastinya juga beliau miliki. Beliau tidak “semalaikat” yang diharapkan para pengagumnya.

Jadi adalah wajar jika suatu saat saya pun terpaksa mengkritik beliau jika memang itu diperlukan. Entah itu kapan dan tentang apa. Yang jelas untuk sekarang ini saya masih pada kondisi harus mengakui kekaguman saya terhadap beliau. Bahkan saat ini saya seperti kehabisan kata-kata untuk memberikan apresiasi atas orang nomor satu di Indonesia ini.

Nyaris belum hilang rasa takjub saya menyaksikan srategi Presiden Jokowi dalam menjinakkan hantu PKI yang sengaja dibangkitkan oleh ‘sutradara’ bersama para badutnya. Beliau telah berhasil menaklukkan hantu paling menakutkan dalam sejarah Indonesia itu dengan taktik yang benar-benar brilian. Padahal sebelumnya banyak orang begitu khawatir, karena isu PKI membuat Presiden Jokowi terlihat hampir tak bisa ‘selamat’.

Namun secara tak terduga, langkah-langkah kuda yang beliau mainkan akhirnya berhasil membuat lawan-lawannya bertekuk lutut. Bahkan saya harus menyebut teknik yang dipakai Presiden Jokowi dengan istilah “digdoyo tanpo aji-aji, nglurug tanpo bolo, menang tanpo ngasorake!“. Bagi Anda yang kurang paham bahasa Jawa, ini artinya; “sakti tanpa jimat, menyerang tanpa pasukan, menang tanpa merendahkan!”.

Seperti jurus pamungkas yang beliau gunakan saat tiba-tiba hadir di acara nobar film G30S di Bogor. Itu juga merupakan bagian dari teknik yang saya istilahkan di atas. Semua pihak, baik kawan maupun lawan, dibuat terhenyak dan bungkam. Para pendukungnya terdiam dalam gembira dan rasa lega. Semua lawan-lawannya bisu menahan rasa malu yang mendalam atas ‘kemenangan’ Presiden Jokowi menghadapi hantu PKI.

Saya berpikir, that’s enough. Tapi ternyata pemikiran saya salah. Dalam sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (2/10/2017), Presiden masih melanjutkan pertunjukan caturnya yang indah. Beliau menyampaikan ketidaksukaan kepada para pembuat kegaduhan dan kontroversi. Presiden juga mengingatkan bahwa tidak semua hal bisa dilontarkan ke publik.

“Jangan melakukan hal-hal yang menimbulkan kegaduhan, menimbulkan kontroversi. Kita bekerja saja sudah. Dan kalau ragu-ragu agar diangkat ke rapat terbatas,” ucap Presiden Jokowi
“Sekali lagi, kita ingin terus menjaga keteduhan, ketenteraman, ketenangan, persatuan di antara kita dan juga di masyarakat,” tambahnya (sumber)

Waow! Begitulah ekpresi saya saat pertama kali mengetahui berita tentang apa yang disampaikan beliau ini. Ibaratnya jika dalam mengasuh anak, sebagai bapak terkadang perlu membiarkan anak-anaknya bermain semau mereka sampai puas dan akhirnya kecapekan. Sang bapak tidak melarang sama sekali, toh dilarangpun akan semakin menjadi-jadi namanya juga anak-anak.

Bahkan secara berkala sang bapak harus ikut dan mendampingi permainan anak-anaknya saat yang mereka mainkan adalah sesuatu yang berbahaya. Saat sudah kecapekan, anak-anak itu akan berhenti bermain dengan sendirinya. Ada pula sebagian anak yang berhenti bermain karena terjatuh dan mengalami saat berusaha mengambil sesuatu yang dilarang oleh orang tuanya.

Sebagai orang tua yang bijaksana, sang bapak tidak langsung memarahi anak yang jatuh tersebut. Terlebih dahulu sang bapak mengobati anak tersebut, baru kemudian diajak masuk dan duduk bersama anak-anak lain dan seluruh keluarga. Barulah setelah itu sang bapak memberikan nasihat tentang batasan bermain dan apa-apa yang berbahaya. Jika dalam kondisi seperti ini, bisa dipastikan anak-anak itu akan cenderung lebih menurut akan nasihat sang bapak karena sudah menyaksikan apa yang terjadi jika tidak menurut.

Sama halnya dalam posisi Presiden Jokowi. Sebutlah beliau sebagai bapak, sedangkan pejabat beserta rakyat Indonesia sebagai anak-anaknya. Beliau membebaskan anak-anaknya bermain sepuasnya (korupsi, berbuat onar, hujat sana hujat sini, menyebarkan; fitnah, hoax, meme penghinaan kepada Presiden dan lambang negara, serta pelanggaran-pelanggaran hukum lainnya). Beliau tidak melarang, toh dilarang pun akan semakin menjadi, namanya juga anak-anak.

Jika sudah capek, anak-anak pasti itu akan berhenti sendiri. Capek menjadi oposisi akhirnya memutuskan partainya mendukung Pemerintah. Memutuskan tidak ikut demo karena kecapekan, sehingga peserta demo semakin surut. Ada pula yang capek nyinyir kemudian memilih berbuat sesuatu yang bisa dilihat oleh masyarakat, bahkan menyatakan kapok dengan elite di kota (Jakarta) dan memilih lebih mendekat kepada rakyat di daerah (siapa ya? cie cie mulai kampanye ni yee hehe..). Dan seterusnya.

Ada pula anak yang berhenti bermain karena jatuh (tercyduk). Berhenti menyebar hoax dan fitnah karena telah ditahan polisi. Tak sedikit yang akhirnya berhenti korupsi karena memang sudah memakai rompi oranye. Ada yang berhenti menggerakan massa anarkis karena memang sudah “jatuh” bahkan terpaksa harus” lari” ke Arab dan berstatus DPO. Ada lagi anak yang berhenti bermain isu khilafah karena ormasnya telah dibubarkan. Ada pula yang mengurangi (karena belum pasti berhentinya) memainkan isu senjata ilegal dan PKI sebab sudah terbungkam oleh nobar. Dan lain sebagainya.

Sama dengan cara bapak bijaksana di atas, “anak-anak” yang jatuh tidak dimarahi (diserang balik) apalagi dipecat. Kecuali lukanya parah (memiliki kekuatan hukum tetap), dibiarkan sembuh terlebih dahulu (menjalani hukumannya). Sedangkan yang menderita luka ringan diajak masuk ke rumah dan duduk bersama anggota keluarga lain dalam sidang kabinet paripurna. Di situlah saatnya Presiden Jokowi menyampaikan “nasihat” kepada semua “anak-anaknya” tentang batasan “bermain” serta apa yang menjadi hak dan kewajiban mereka.

Dalam sidang kabinet itu, turut hadir Kapolri Jenderal Tito dan Panglima TNI Jenderal Gatot. Itulah kenapa Presiden Jokowi tak ingin kehilangan momentum. Beliau tahu betul, itulah saat paling tepat untuk bisa meredam kontroversi akibat manuver yang dilakukan oleh Panglima TNI belakangan ini. Presiden menegaskan bahwa beliau adalah Panglima Tertinggi di negeri ini.

“Sebagai kepala pemerintahan, sebagai kepala negara, sebagai panglima tertinggi Angkatan Darat, Laut, dan Udara, saya ingin perintahkan kepada Bapak, Ibu, Saudara sekalian, fokus pada tugas masing-masing,” kata Jokowi.
“Terus bekerja sama, terus bersinergi, jaga stabilitas politik, jaga stabilitas ekonomi. Tingkatkan kinerja kita. Tingkatkan prestasi kita dalam mendukung semua program yang berkaitan dengan pembangunan negara kita,” imbuhnya.

Benar-benar sebuah perkuliahan kepemimpinan yang luar biasa dari seorang pemimpin dengan leadership skill yang mengagumkan. Bahkan sebelum mengatur “anak-anaknya”, Presiden tak lupa menegaskan legitimasinya bahwa beliau adalah kepala keluarga. Sehingga anak-anak itu sadar bahwa mereka harus mematuhi kepala keluarga. Seorang kepala keluarga yang mengajak anak-anaknya untuk fokus pada tugas masing-masing dan bersinergi satu sama lain.

Para pembaca di manapun Anda berada, yakinlah, keluarga besar kita Indonesia saat ini memiliki seorang bapak yang luar biasa dalam bekerja dan ngemong kita semua. Untuk itu mari kita dukung bapak kita, Presiden Jokowi, agar bisa mendidik serta melayani kita semua hingga 2024 kelak. Dukungan itu minimal bisa kita lakukan dengan cara menyebarkan sebanyak-banyaknya tulisan ini dan atau semacamnya yang sepemikiran dengan tulisan ini.
Terima kasih, salam PBNU!

Mata Kuliah Kepemimpinan dari Panglima Tertinggi | admin | 4.5