Mana yang Benar-benar Mengancam Indonesia: Kebangkitan PKI, Kebangkitan Koruptor, atau Kebangkitan Teroris?
Saya berpikir, isu kebangkitan PKI hanyalah menu panas-panasan di Jakarta, kota paling strategis, paling maju dan barometer politik Indonesia. Kemudian isu ini terkumandang ke seluruh Nusantara bahkan dunia. Entah siapa yang berinisiatif membangkitkan skenario ini. Skenario disusun entah untuk kepentingan bisnis atau politik dan kekuasaan.
Mengapa tidak menggunakan isu lain, selain isu PKI? Jawabannya adalah stigma yang melekat pada PKI itu adalah stigma terburuk di Indonesia (sejauh ini). Stigma PKI jauh lebih buruk daripada stigma koruptor, bahkan stigma teroris sekalipun. Sehingga, tidak ada kampanye kebangkitan koruptor. Padahal, koruptor jelas-jelas merugikan negara dan rakyat. Dalam jumlah besar, uang pembangunan masuk kantong koruptor, dipakai peribadi. Dana pembangunan malah masuk botolan bir entah di diskotik dan pub mana di planet ini. Uang untuk beli aspal malah dijadikan alat sewa kutang. Petani di gunung masih memikul panenan dalam gelondongan karung, truk belum bisa lewat. Ikan di laut masih ditangkap dan dijemur dengan peralatan tradisional. Kapan majunya negeri ini? Ini ancaman nyata.
Tidak ada propaganda kebangkitan teroris, padahal ancaman teroris saat ini jauh lebih nyata dan besar daripada ancaman PKI. Lihatlah bagaimana ISIS memporak-porandakan Suriah. Suriah memang jauh dari Indonesia, itu bukan Indonesia, tetapi bibit-bibit ISIS itu telah ada di Asia Tenggara dan Indonesia kan? Tuh, ada orang Indonesia mendukung ISIS (bbc.com). ISIS juga secara nyata mengancam Indonesia (tempo.co). Bahkan diakui bahwa ISIS ada di Indonesia. Berarti Indonesia terancam, bisa-bisa akan seperti Suriah. Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo mengakui bahwa ada sekitar 16 daerah yang didiami kelompok militan ISIS. Ia mengatakan, di 16 daerah tersebut, ISIS sudah membaur dengan masyarakat sekitar dan sulit untuk diidentifikasi (kompas.com).
Walaupun ISIS masih berupa sel tidur, namun kenyataan ada warga Indonesia yang nekad pergi jauh ke Timur Tengah, meninggalkan keluarga dan kerabat, nekad meninggalkan kampung halaman, adalah sikap yang tidak boleh dipandang remeh, tidak boleh dibiarkan. Ini tingkah sensitive dan fatal bagi kedaulatan negara. Mental dan sikap warga seperti ini, sewaktu-waktu akan meledak di rumahnya sendiri. Pikirkan dan bayangkan, apa yang akan terjadi jika sel-sel tidur ISIS benar-benar dihidupkan. NKRI bisa hancur lebur. Pancasila bisa lenyap. Ini ancaman nyata juga.
Mengapa kita tidak demo menentang ancaman ini? Mengapa kita tidak gencar ‘berteriak’ mendukung KPK? Mengapa kita tidak gencar ‘berteriak’ mendesak TNI dan pemerintah agar menindak tegas kelompok radikalis yang terindikasi ISIS atau organisasi teroris lainnya? Simak dan camkan kejadian di Filipina (Maute Group).
Lihat pula bagaimana Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, berpeluh keringat menjaga kedaulatan negaranya hanya karena seliweran tepung-tepung narkoba! Simak video ini. Berpikirlah secara sehat dan jernih, jika ingin hidup tenteram dan sejahtera di negeri sendiri. Daripada kita menjadi pengungsi yang tidur di barak atau tenda di pinggiran hutan dan jalan raya.
Logika Sehat terkait Perpu Nomor 2 Tahun 2017 dan Isu PKI
Menolak kebangkitan PKI sekaligus meminta pembatalan Perpu Ormas, itu suatu logika yang salah total. Perhatikan, muatan Perpu No.2 tahun 2017 tentang Ormas.
Pasal 1 ayat 1 Perpu ini menyatakan: Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan ujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasai Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Ini berarti, (1) setiap ormas yang didirikan, bebas menjalankan aktifitas demi kemajuan Ormas tersebut, dan kemajuan Ormas adalah bagian kemajuan negara Indonesia; (2) Setiap aktifitas Ormas wajib berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Nah, jika Ormasnya berkeinginan mengganti Pancasila, maka Ormas tersebut melanggar tata tertib kehidupan bernegara di Indonesia. Ormas seperti ini wajib ditindak.
Pasal 59 ayat 4 point c menyatakan bahwa Ormas dilarang menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila. Nah, jika Perpu No. 2 tahun 2017 (tentang Ormas) dicabut, berarti kita membiarkan ajaran atau paham yang anti Pancasila, berkembang di Indonesia. Artinya, paham/ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme boleh bangkit lagi. Mau begitu? Tentu, tidak. Pancasila itu ideologi dasar negara Indonesia. Ideologi komunis tidak boleh dipakai di Indonesia. Wahabisme juga tidak boleh. Ya, Perpu No.2 Tahun 2017 itu jangan dicabut, tapi kita dukung.
PKI sudah mati diberangus Soeharto, tapi isu kebangkitan PKI itu bahaya bagi negara
Bicara PKI pada zaman ini, bagaikan mengutak-atik limbah berwujud gas dan beracun. Karena limbahnya berwujud gas, maka bahaya besar bagi yang terkena semburan racun, berbahaya juga bagi yang menyemburkan racun tersebut. Limbah gas itu sulit dideteksi sebarannya, kecuali mengendus baunya atau jika muncul uap (asapnya).
Tetapi, jangan anggap remeh terhadap dampak buruk dari isu PKI. Narasi utama isu PKI saat ini adalah ‘barang hinaan yang harus ditinggalkan’. Siapa yang disebut PKI, orang itu menjadi seperti sampah beracun, dinilai sebagai barang hinaan yang kotor, dan keberadaannya menakutkan. Pokoknya, najis-lah PKI itu. Jangan berteman dengan orang PKI, daripada ikut dinilai sebagai makhluk hina, najis dan kotor.
Lebih baik saya kumpulkan teman-teman dan diskusi bagaimana caranya agar pupuk Urea dan SP-36 mudah diperoleh petani di desa saya. Ternyata memang rakyat sebenarnya tidak percaya dengan kebangkitan PKI. Diberitakan oleh pikiran rakyat.com, hasil survey SMRC menyatakan bahwa sebanyak 86,8 persen dari 1.057 responden tidak setuju bila saat ini tengah ada kebangkitan PKI. Sementara warga yang menyatakan setuju hanya 12,6 persen. Secara politik, isu PKI tidak terlalu penting menurut mayoritas warga karena tidak dirasakan, demikian pernyataan Sirojudin, dari SMRC.
Walaupun demikian, kita tetap mewaspadai efek isu PKI terhadap stabilitas kehidupan bernegara, baik kehidupan sebagai warga biasa maupun stabilitas pemerintahan dan keamanan nasional. Isu PKI ini bisa memacu rasa saling curiga, rasa benci dan tindakan anarkhis. Harusnya kita memacu semangat gotong royong membangun negara ini. Kita bekerja sesuai panggilan hidup kita untuk membangun negara ini. Bahu-membahu membangun negara, bukan merongrong pemerintah. Jika pemerintah dibuat pusing, maka kita menghambat pembangunan.
Saya memang sangat yakin PKI mati diberangus sejak Soeharto berkuasa. Secara hukum PKI dilarang melalui TAP MPRS No. XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, pernyataan PKI sebagai Organisasi Terlarang di seluruh wilayah Republik Indonesia, dan larangan menyebarkan atau mengembangkan paham/ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme. Kemudian, UU No.27 Tahun 1999 pasal 107 point (a) berbunyi, “Barangsiapa yang melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan, dan atau melalui media apapun menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/marxisme-leninisme dalam segala bentuk, dipidana penjara paling lama 12 tahun” (cnn.com). Jadi, kalau ada yang hidup-hidupin ajaran komunis apalagi mau kibarkan bendera PKI, ya, laksanakan aturan. Apalagi Jokowi serius bilang, Gebuk!