simple hit counter

Indonesia di panggung Sidang Majelis Umum PBB ke-72 New York USA, September 2017

Indonesia kembali mengikuti Sidang Majelis Umum PBB yang ke-72 pada tanggal 19-25 September 2017 kemarin. Sidang Umum ini diadakan di Gedung Sekretariat Sekretariat Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang terletak di First Avenue dan 42nd Street, Manhattan, New York County, New York.

Sidang Majelis Umum tingkat tinggi yang diikuti oleh perwakilan dari 193 negara anggota di dunia ini bertemu untuk membahas berbagai isu penting pada skala global.

Kegiatan Sidang umum yang dimulai pada hari Selasa 12 September 2017 kemarin, akan berlangsung selama dua pekan, dan terdapat ratusan pertemuan yang telah mengeluarkan rangkuman agenda dari delapan topik yang dibagi menjadi tiga grup yaitu, pendidikan, konvensi lingkungan dan perkembangan sosial; perdagangan, gender dan perkembangan manusia, serta globalisasi dan agenda 2030, teknologi dan inovasi dan water dan sanitasi.

Sementara Debat Umum yang menjadi agenda berikutnya dibuka pada Selasa tanggal 19 September 2017.

Delegasi Indonesia yang turut hadir dalam Sidang Umum ini dipimpin oleh Jusuf Kalla sebagai ketua delegasi dengan anggota delegasi adalah Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Jusuf Kalla menggantikan Presiden Jokowi yang tidak dapat hadir selaku Wakil Presiden Indonesia. Alasan Jokowi tidak bisa hadir karena ada agenda dalam negeri yang waktunya bersamaan dengan kegiatan Sidang Umum PBB tersebut, Staf Khusus Bidang Komunikasi Kepresidenan Johan Budi memberikan alasan.

Delegasi Indonesia menempati Gedung Perwakilan Tetap RI untuk PBB di New York, yang berlokasi di 325 East 38th Street, tak jauh dari Gedung Sekretariat PBB, untuk menjadi markas dalam mempersiapkan dan mengemas agenda Indonesia yang akan dibawa pada sidang umum tahunan PBB tahun ini.

Adapun isu yang dibawa oleh Indonesia sehubungan dengan Sidang ini, berdasarkan apa yang ditugaskan Jokowi adalah mengangkat isu tentang rencana pencalonan Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, perdamaian, dan keamanan internasional, pembangunan keberlanjutan, kemajuan hak asasi manusia dan mengenai reformasi PBB. Selain itu, Delegasi Indonesia telah dijadwalkan menghadiri sekitar 70 pertemuan bilateral di New York.

Ketua Delegasi Indonesia Jusuf Kalla sedang memberikan pidato kepada Sidang Umum PBB

Sehubungan dengan tugas yang diemban Delegasi Indonesia, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengatakan beberapa isu yang menjadi perhatian Indonesia pada Sidang Majelis Umum PBB tahun ini antara lain soal perdamaian dan keamanan internasional, pembangunan berkelanjutan, kemajuan HAM dan reformasi PBB.

Selain itu, yang menjadi fokus isunya adalah rencana pecalonan Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Dalam hal ini, Indonesia bersaing dengan Maladewa untuk memperebutkan kursi perwakilan di DK PBB dari kawasan Asia Pasifik untuk periode 2019-2020. Dewan Keamanan PBB sendiri saat ini beranggotakan 15 negara. Lima di antaranya adalah anggota tetap, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Cina dan Prancis. Sementara 10 anggota tidak tetap dipilih untuk setiap periode 2 tahun.

“Track Record” Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB adalah pernah tiga kali menjabat sebagai anggota tidak tetap DK PBB, yaitu pada tahun 1973-1974, 1995-1996, dan 2007-2008. Dan pada Sidang Umum ini, Indonesia meluncurkan kampanye pencalonannya sebagai anggota tidak tetap DK PBB untuk periode 2019-2020.

Dalam pencalonan Indonesia sebagai anggota Dewan Keamanan tidak tetap PBB, Menlu Retno Marsudi mengatakan bahwa Indonesia akan mengusung beberapa prioritas jika terpilih.

Indonesia ingin berkontribusi untuk menciptakan perdamaian dan stabilitas di tingkat global dengan dalam berkontribusi menciptakan ekosistem perdamaian dan keamanan di kawasan. Dengan dibagi menjadi tiga hal spesifiknya:
1. Melakukan sinergi yang lebih baik antara organisasi di tingkat kawasan dan di tingkat global.
2. Fokus Indonesia adalah bagaimana meningkatkan sinergi antara masalah perdamaian dan agenda pembangunan berkelanjutan (memastikan bahwa perdamaian, keamanan dan stabilitas dapat mendukunng implementasi agenda pembangunan 2030)
3. kerjasama global dalam merespon tantangan-tatangan global yang sifatnya lintas batas seperti terorisme, radikalisme, dan ekstrimisme yang dapat mengancam perdamaian dunia dan pencapaian agenda pembangunan 2030

Pemilihan anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB sendiri akan berlangsung pada Juni 2018 dan Indonesia harus mendapatkan dukungan dari 129 negara sebagai ambang batas agar terpilih.

Sejak peluncuran kampanye pencalonan sebagai anggota tidak tetap DK PBB, Indonesia telah secara berkesinambungan melakukan kampanyenya seperti di tingkat bilateral. Demikian juga di pertemuan tingkat kepala negara maupun di tingkat menteri lainnya. Indonesia juga menggelar berbagai pertemuan membahas tema terorisme dan isu-isu perdamaian, keamanan dan stabilitas baik di skala nasional maupun internasional.

Indonesia mempunyai komitmen untuk menyumbang 4.000 pasukan perdamaian PBB hingga 2019. Tahun ini Indonesia sudah memenuhi kurang lebih 2.800 dari 4.000 pasukan yang menjadi komitmennya kepada PBB.

Dalam hal ini, pada hari pertama Sidang, Menlu RI telah melakukan sedikitnya 10 pertemuan bilateral dengan negara-negara sahabat seperti Samoa, Kroasia, Namibia, Nigeria, Liechtenstein, Ekuador, Georgia, Monaco, Tunisia, dan Swiss, dalam usahanya mendapatkan dukungan untuk bisa dipilih menjadi Anggota Dewan Keamanan PBB tidak tetap.

Sidang ini dibuka oleh Presiden Majelis Umum ke-72, Miroslav Lajčák pada sesi pembukaan (Opening of the session by the President of the General Assembly).

Miroslav Lajčák Opening of the session by the President of the General Assembly

Pada Sidang Umum PBB yang ke-72 ini, kembali isu West Papua mencuat sebagai sebuah gugatan terhadap Indonesia Indonesia yang lagi-lagi menjadi sasaran kritik dari negara-negara Melanesia terkait kondisi di Papua dan Papua Barat sebagai salahsatu isu yang mengemuka.

Isu West Papua di PBB Dalam sidang PBB tahun kemarin 2016, tujuh (7) negara dari Pasifik yang tergabung dalam Koalisi Pasifik untuk West Papua (PCWP), antara lain Solomon Islands, Vanuatu, Tonga, Nauru, Marshall Island, Tuvalu dan Palau telah mengangkat isu West Papua di PBB, dan sorotan tersebut ditanggapi serius oleh delegasi Indonesia dalam sesi hak jawabnya.

Namun jawaban Indonesia tersebut telah mendapat tanggapan Balik oleh utusan khusus (Special Envoi) dari Solomon Islands, oleh Rex Horoi. Akan tetapi, sekali lagi, diplomat Indonesia berhasil membungkam kritik tersebut.

Tapi kali ini, bentuk gugatan tersebut adalah beredarnya Petisi yang menuntut pelaksanaan referendum Papua Barat. Petisi ini (katanya) telah disampaikan kepada Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).

Disebutkan bahwa petisi tersebut telah ditandatangani oleh 1,8 juta penduduk Papua Barat, atau 70 persen dari total penduduk yang mendiami wilayah tersebut.

Isi dari Petisi itu adalah menuntut pemungutan suara bebas mengenai kemerdekaan Papua Barat serta penunjukan perwakilan PBB untuk menyelidiki laporan pelanggaran hak asasi manusia oleh pasukan keamanan Indonesia. PBB disebutkan telah menunjuk perwakilannya untuk menyelidiki pelanggaran HAM oleh aparat kemanan Indonesia terhadap warga Papua, sehubungan dengan itu.

Petisi tersebut mendapat dukungan dari beberapa delegasi Negara-negara Milanesia, seperti Perdana Menteri Kepulauan Solomon, Manasseh Sogavare yang mengatakan pada kesempatannya memberikan pidato. “Mereka datang dalam jumlah banyak untuk mengungkapkan harapan mereka demi masa depan yang lebih baik,” kata Sogavare dalam pidatonya di Majelis Umum PBB.

Selama setengah abad masyarakat internasional telah menyaksikan penyiksaan, pembunuhan, eksploitasi, kekerasan seksual, dan penahanan sewenang-wenang terhadap warga negara Papua Barat, yang dilakukan oleh Indonesia. Tetapi masyarakat internasional tuli—menolak permintaan bantuan (Papua) tersebut. Kami mendesak Dewan HAM PBB menyelidiki kasus-kasus ini.” Ungkapan ini juga disampaikan oleh Perdana Menteri Vanuatu Charlot Salwai pada 21 September 2017.

Begitu juga dengan Perdana Menteri Tuvalu Enele Sosene Sopoaga menyerukan PBB melibatkan diri dalam penanganan penentuan nasib sendiri untuk rakyat Papua. Sedangkan Louis Straker, perdana menteri Saint Vincent dan Grenadine, sebuah negara di Kepulauan Karibia, menyatakan proses dekolonisasi belum tuntas di Papua.

Jika pada tahun 2016 Nara Rakhmatia Masista yang berbicara, maka kali ini adalah Ainan Nuran, Diplomat Indonesia (Third Secretary of Permanent Mission of The Republic of Indonesia to The United Nation) yang memberikan jawaban bahwa “Sudah terlalu banyak hoaks dan tuduhan palsu yang diangkat oleh individu-individu dan para pendukungnya yang sebenarnya bermotif ekonomi terkait agenda separatisme di Papua. Berkali-kali, tuduhan palsu yang dibuat-buat mengenai kami.” pada hari Rabu tanggal 27September 2017.

“Negara-negara tersebut dibutakan oleh tuduhan, tidak mampu memahami, atau lebih tepatnya enggan memahami kondisi yang sebenarnya. Nuran juga menjelaskan bahwa, Provinsi Papua dan Papua Barat justru sudah melalui perkembangan dan kemajuan pesat dalam tiga tahun terakhir.”

Beberapa contoh dikemukakan, seperti pembangunan jalan yang sudah mencapai 4.325 kilometer (km); pembangunan 30 pelabuhan laut dan tujuh bandara baru; sekira 2,8 juta warga Papua sekarang ini mendapat pelayanan kesehatan dasar yang gratis; dan sedikitnya 360 ribu pelajar asal Papua mendapatkan akses pendidikan gratis.

“Semua itu membuat Papua dan Papua Barat menjadi wilayah dengan pertumbuhan paling cepat di Indonesia. Bapak Presiden, Papua dan Papua Barat adalah bagian integral dan berdaulat di Indonesia. Mereka akan selalu menjadi bagian integral Indonesia.”

Itulah jawaban yang diberikan mewakili Indonesia pada sesi hak jawab (Indonesia 1st and 2nd right reply) dalam General Debatie of UN.

Pada tanggal 28 September 2017, pukul 09:46 waktu setempat, Wakil Tetap/Duta Besar Venezuela, Rafael Ramirez kemudian menyampaikan klarifikasi pada media di markas besar PBB tentang pemberitaan koran Guardian berjudul “Banned West Papua independence petition handed to UN”.

Beliau menyampaikan bahwa, “Sebagai Ketua Komite Khusus Dekolonisasi PBB (C-24), saya maupun Sekretariat Komite, tidak pernah menerima, secara formal maupun informal, petisi atau siapapun mengenai Papua seperti yang diberitakan dalam koran Guardian.”

Pernyataan ini adalah untuk menjawab pertanyaan wartawan apakah Dubes Ramírez pernah berkomunikasi dengan Benny Wenda, ditegaskan bahwa selaku Ketua Komite Dekolonisasi, yang bersangkutan tidak mungkin berhubungan dengan pihak-pihak di luar agenda C24. Duta Besar Rafael Ramírez menyampaikan kegusarannya dengan adanya individu maupun pihak-pihak yang memanipulasi namanya untuk propaganda.

Pernyataan tersebut disampaikan setelah pada tanggal 27 September 2017 koran Guardian dalam artikelnya, menyebutkan bahwa Benny Wenda telah menyampaikan petisi yang meminta dilakukannya referendum untuk Papua kepada Komite Dekolonisasi PBB.

Lebih lanjut Duta Besar Ramírez menegaskan bahwa dirinya sangat menghormati integritas dan kedaulatan wilayah semua anggota. Seperti di jelaskan oleh Ketua Komite Dekolonisasi, bahwa mandat dari Komite Dekolonisasi terbatas kepada 17 Non-Self-Governing Territories. Faktanya adalah, bahwa Papua tidak termasuk dalam 17 teritori tersebut.

“Sebagai sesama anggota Gerakan Non Blok, kita selalu menjunjung tinggi prinsip utama GNB yang menghormati kedaulatan dan keutuhan wilayah negara anggota”.

Duta Besar Ramírez, juga menegaskan bahwa Venezuela tidak akan pernah melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kedaulatan dan keutuhan wilayah Indonesia.

Pernyataan dari Ketua Komite Dekolonisasi tersebut kembali menunjukan bahwa kelompok separatis dan Benny Wenda terus menyebarkan hoax dan kebohongan kepada publik. Kegiatan bohong seperti ini sangat sering dilakukan khususnya apabila ada pertemuan besar dan terdapat pejabat tinggi PBB yang hadir.

Duta Besar Republik Indonesia untuk PBB, Triansyah Djani juga mengatakan “Tahun lalu Benny Wenda pernah menyebutkan bahwa telah menyerahkan dokumen mengenai Papua kepada Sekjen PBB, namun setelah di konfirmasi ke kantor Sekjen PBB ternyata bohong.”

diolah dari banyak sumber berita seperti
antara, kompas, CNN, tirtodotid, actualdotcomaustraliaplusdotcom, Guardian newspaper, kemlu.go.id, PTRI New York, undotorg/news

Indonesia using their Rights of Reply on General Debate of UN at 72-nd General Debate of UN) di New York, September 2017.

Indonesia di panggung Sidang Majelis Umum PBB ke-72 New York USA, September 2017 | admin | 4.5