Fahri Membandingkan Pembangunan Kompleks Parlemen dengan Wacana Pemindahan Ibu Kota, DPR Kembalilah Ke Jalan yang Benar
Fahri Hamzah itu menurut saya pintar, tetapi mungkin hanya salah pergaulan saja. Yang jelas, dia lebih pintar dari saya, lantaran dia berhasil jadi DPR dan saya tidak.
Jika Fahri Hamzah membandingkan pembangunan kompleks parlemen dengan perpindahan ibu kota, itu merupakan hal yang sangat konyol pakek banget. Dari dampaknya saja sudah sangat beda.
Raport merah, minim kinerja dan kebiasan buruk saat pileg
Raport merah hampir selalu diterima oleh dewan yang terhormat. Selain raport merah, sudah banyak anggota dewan yang juga terseret kasus korupsi. Hampir setiap priode, pasti ada anggota dewan yang masuk bui lantaran korupsi.
Minim kinerja itulah yang banyak orang sematkan kepada anggota dewan. Tertidur saat rapat bukan hal yang aneh, atau membolos dari sidang sudah menjadi makanan sehari-hari, persentase kehadiran sungguh menyedihkan.
Sebenarnya, kinerja buruk DPR juga dipengaruhi oleh konstituen dari legeslator juga. Kegiatan anggota dewan minim kerja tapi giat memburu proyek lantaran untuk menjadi seorang anggota dewan membutuhkan dana kampanye yang tidak sedikit, pemberian cindera mata, amplop sudah menjadi rahasia umum saat pemilihan legeslatif.
Konstituen jarang sekali melihat rekam jejak untuk memilih, tetapi cenderung tersugesti oleh tim sukses yang membagikan amplop dan cindera mata. Atau sugesti promosi bahwa sang caleg orangnya ganteng, gagah, muda, baik, rajin beribadah dan image baik lainnya, tetapi tidak mau menyusuri latar belakang dan kemampuannya.
Budaya menerima cindera mata dari caleg harusnya mulai dihilangkan, supaya tidak membebani sang caleg jika nanti sudah terpilih untuk mencari pulihan uang yang sudah dikeluarkan.
Selain konstituen, sang caleg juga semestinya sudah mulai tidak usah menggunakan cara-cara tersebut untuk menarik pemilih. Jadi marilah rakyat benar-benar memilih wakilnya karena memang rakyat mempercayainya.
Wacana pembangunan kompleks parlemen VS wacana pemindahan ibu kota
Melihat raport merah anggota dewan, sudah sangat jelas banyak yang tidak setuju dengan apa saja yang berbau keperluan anggota dewan baik yang menyentuh secara langsung maupun tidak langsung. Pikiran negatif akan selalu menyertai jika para dewan mengusulkan sesuatu terkait hal-hal yang menyentuh tentang diri mereka secara langsung maupun tidak langsung. Ingin mendapat proyek, ingin mendapat fasilitas dan lain sebagainya, itulah pandangan negatifnya.
Seperti itu pula wacana pembangungan kompleks parlemen, pikiran negatif langsung menghampiri rakyat kebanyakan. Selain itu, tidak ada manfaat yang berdampak langsung bagi kepentingan rakyat. Bukan saatnya menggelontorkan dana besar untuk hal-hal yang tidak memiliki nilai produktivitasnya.
Berbeda dengan wacana pemindahan ibu kota negara, multi efek baik dapat mengikuti hal tersebut jika memang terealisasi. Bagi Jakarta, tentu saja mengurangi kemacetan dan bagi daerah baru yang menjadi ibu kota akan berdampak pada pembangunan dan efek perekonomian daerah, dan tentu saja masih banyak efek-efek baik lainnya.
DPR kembalilah di jalan yang benar
Hidup itu hanya sementara, jika orang beragama mengimani kehidupan setelah kematian, seharusnya menjaga setiap pikiran dan tindakannya. Hukum menabur dan menuai merupakan hukum alam mutlak, paling tidak itulah yang perlu disadari untuk mendasari sebuah tindakan.
DPR sangat dibutuhkan sebagai wakil rakyat yang melakukan kontrol bagi kebijakan pemerintah, jika baik hendaknya didukung, jika buruk baru diingatkan. Tetapi yang paling penting, batasan baik dan buruk harus sesuai dengan logika dan rasionalitas.
Para anggota dewan juga seharusnya menyadari kemampuannya masing-masing, dan tidak lelah menambah wawasan jika ingin mengkritisi pemerintah, karena dalam DPR, tenaga profesional secara spesifik tidak ada. Berbeda dengan di pemerintahan, tenaga profesional secara spesifik memang diadakan. Kebijakan yang akan dilakukan, terlebih dahulu dikaji secara mendalam, tidak hanya asal jeplak. Dari perencanaan sumber dana sampai efeknya selalu diperhitungkan dengan cermat, oleh tim yang dibentuk secara profesional dibidangnya masing-masing. Sedangkan jika di DPR, pansus hak angket KPK saja sangat konyol dengan mendatangi dan mewawancarai koruptor untuk menanyakan apakah ada tindakan KPK yang menyalahi aturan dan lain-lain. Helow, itu koruptor loh, penjahat kok dijadikan refrensi, kan sakit.Marilah kita semua kembali ke jalan yang benar, bahu membahu membangun bangsa ini.
Dan akhir kata saya hanya bisa bilang, hem…ya…ya…ya…
Sumber pendukung :