simple hit counter

Terkait Senjata Polri, Gatot Memang “Lebay”

40×46 mm Stand-Alone Grenade Launcher (SAGL).
NusantaraNews.co

Puncak dari isu penyeludupan 5.000 pucuk senjata dengan mencatut nama Presiden Jokowi itu akhirnya terkuak ketika 280 unit senjata jenis Arsenal SAGL (Stand Alone Grenade Launcher) kal 40X46 mm beserta 5.932 butir amunisi granat milik Korps Brimob Polri tiba di Area Kargo Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang Banten. Lalu beredar informasi bahwa puluhan anggota TNI telah diterjunkan untuk mengamankan senjata impor tersebut.

Lalu “penggemar Saracen” berteriak, “Nah loh, benarkan? Polisi membeli pelontar granat secara diam-diam, mungkin untuk dipakai membungkam para pendemo! Gatot ternyata benar. Hidup Panglima, kami ada bersama anda Jenderal!”

Masalah internal yang merupakan rahasia negara ini akhirnya menimbulkan kegaduhan karena Gatot membeberkannya kepada sejumlah mantan petinggi militer di Markas TNI, Cilangkap Jumat pekan lalu. “Kami intip terus. Kalau itu serius, kami akan serbu. Kalau kami menyerbu, itu karena tidak boleh ada lembaga di NKRI yang memiliki senjata selain TNI dan Polri. Polisi pun tidak boleh memiliki senjata yang bisa menembak tank, pesawat atau kapal. Kalau ada, saya serbu. Ini ketentuan. Karena kalau cara hukum tidak bisa, Bhayangkari nanti yang akan muncul,” kata Gatot.

***

Daripada berpolemik debat kusir, lebih baik kita cermati prosedur pengadaan senjata ini.

Prosedur pembelian senjata Non militer adalah melalui Polri. Sebelumnya BIN telah memesan 517 pucuk senjata dari Pindad, dan sudah mendapat rekomendasi dari Polri. Nantinya seluruh senjata tersebut akan dibawa ke Mabes Polri untuk dikarantina dan diidentifikasi. Lalu Polri akan kembali melakukan serangkaian tes balistik dan uji forensik dari senjata tersebut sebelum dikirim ke BIN. Prosedur yang sama juga berlaku bagi seluruh instansi Non TNI-Polri yang akan membeli senjata, baik dari Pindad maupun Luar negeri.

Terkait pembelian 280 unit senjata jenis Arsenal SAGL berikut amunisinya tersebut, menurut Kadiv Humas Polri, Irjen Setyo Wasisto sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dia juga  membantah jika semua senjata dan amunisi tersebut ditahan oleh pihak TNI. Sebab berdasarkan prosedurnya, senjata dan amunisi tersebut memang harus dikarantina dan diidentifikasi terlebih dahulu, dan kemudian diproses oleh BAIS (Badan Intelijen Strategis) TNI.

Artinya prosedur pemeriksaan SAGL tersebut oleh BAIS TNI sesuai juga dengan prosedur pemeriksaan senjata Non militer oleh Polri! Jadi tidak benar kalau dikatakan prajurit TNI “mengamankan senjata seludupan” tersebut, karena pengadaan senjata tersebut adalah melalui prosedur. BAIS TNI memeriksa senjata tersebut, juga karena menjalankan prosedur yang berlaku. Apalagi ini adalah pembelian ketiga untuk senjata dan amunisi yang sama. Pada pembelian I (2015) dan pembelian II (2016) sebelumnya juga tidak ada masalah sama sekali.

***

Setelah kita melihat kasus ini dengan seksama, maka timbul pertanyaan. Mengapa isu ini membuat kegaduhan? Bukankah pembelian senjata untuk Korps Brimob Polri ini rutin dilakukan setiap tahun? Tentu saja memang ada pihak-pihak yang berencana “menabur hoax untuk menangguk di air keruh” Lalu timbul pertanyaan, apa motivasi dan tujuan dari penyebaran kegaduhan ini kepada masyarakat?

Mari kita cermati pernyataan Gatot ini, “…tidak boleh ada lembaga di NKRI yang memiliki senjata selain TNI dan Polri” Apakah pernyataan ini benar? Tentu saja salah! BIN, BNPT, Kejaksaan, Sipir Lapas, Kehutanan, Satpol PP bahkan warga sipil biasa boleh memakai senjata api asalkan telah memenuhi ketentuan yang berlaku!

Lalu pernyataan Gatot berikutnya, “…Polisi pun tidak boleh memiliki senjata yang bisa menembak tank, pesawat atau kapal. Kalau ada, saya serbu. Ini ketentuan” Saya sangat tertarik dengan isu ini dalam korelasinya dengan Satuan Brimob yang juga merupakan bagian dari kepolisian. Kita tidak sedang membicarakan senjata polisi reserse yang menguber agen judi togel atau maling ayam, melainkan persenjataan Satuan khusus Brimob Polri!

Seperti kita ketahui, walaupun dibawah naungan Polri Brimob berbeda dengan satuan polisi biasa. Brimob adalah satuan polisi paramiliter dengan tugas berat menangani huru-hara, teror, menjinakkan bom, SAR, dan juga tindak kriminal berintensitas tinggi yang tidak mampu ditangani oleh polisi biasa (Biasanya pelaku kriminal mempunyai kemampuan combat dan juga memakai senjata berat) Mayoritas peralatan operasional dan persenjataan Brimob ini dapat juga kita jumpai pada satuan infanteri TNI.

Senjata standar Brimob biasanya senapan serbu SS-1 varian Sabhara, AKM, AK-101, Steyr AUG, AR-15 dan Colt M4. Senjata otomatis untuk pertempuran jarak dekat antara lain Micro Uzi dan MP-5. Ditambah senapan mesin regu RPD, Minimi dan FN MAG sebagai senjata dukungan kelompok. Tentu saja pengadaan senjata-senjata tersebut harus melalui pemeriksaan dari BAIS TNI! Namun berita yang tersebar, senjata tersebut adalah untuk polisi (biasa) Harap dicatat, tak banyak masyarakat yang tahu perbedaan Brimob dengan Sabhara!

Dalam hal pengadaan senjata jenis SAGL untuk mendukung tugas Brimob menghadapi teror, sekiranya panglima tidak menyetujuinya, tentulah pasti lebih bijak kalau panglima membahasnya dengan Menhan, Kapolri dan Menko Polhukam. Terkait senjata anti-tank untuk Brimob, ini perlu dikaji ulang lagi. Saya jadi teringat akan demo “411” 2016 lalu. Bagaimana kalau sekiranya ada teroris membawa tank ke Istana? Tank itu pasti akan segera saja meremukkan Istana tanpa bisa dicegah! Itu karena peluru senapan serbu Brimob hanya bisa “mengelus” dinding baja tank tersebut…

Banyak dari mantan “Legiun Surga” yang berkiprah di Irak, Suriah maupun di Mindanao itu, kini sudah pulang ke rumah. Mereka ini terbiasa memakai RGP (Rocket Propelled Grenade) sejenis dengan SAGL. RGP mampu meremukkan truk, helikopter, tank ringan, panser dan juga bangunan. Bocah-bocah di Mindanao Selatan bahkan tak jarang terlihat menenteng RGP rakitan dan senapan sniper! Senapan serbu SS-1 Brimob jelas tak akan mampu menghadapi teroris yang memakai senjata ini.

Apapun itu, isu persenjataan Lembaga/Alat Negara adalah merupakan rahasia negara yang tidak boleh diketahui umum. Perbedaan pendapat/opini tentang standar suatu persenjataan diantara Lembaga/Alat Negara adalah hal yang lumrah dan bahkan berguna menjadi bahan masukan untuk kepentingan negara dan bangsa. Karena tujuan dari keberadaan Lembaga/Alat Negara adalah untuk kepentingan negara dan bangsa, bukan untuk kepentingan korps, apalagi kepentingan pribadi!

Salam hangat

Reinhard Freddy Hutabarat

Terkait Senjata Polri, Gatot Memang “Lebay” | admin | 4.5