simple hit counter

Membandingkan Jabatan “Ibu Negara” Di Indonesia Dan Perancis. Rakyat Perancis Ramai-Ramai Menolak First Lady

Istilah Ibu Negara yang selama ini saya tahu adalah, gelar atau istilah kehormatan yang disematkan kepada pendamping atau istri dari Presiden Indonesia. Dulu Ibu Tien Soeharto adalah Ibu Negara Indonesia. Lalu Ibu Ainun Habibie, kemudian Ibu Sinta Nuriyah Abdurahman Wahid, Ibu Ani Yudhoyono dan sekarang Ibu Iriana Widodo.

Gelar “Ibu Negara” secara otomatis disandang karena begitulah rakyat Indonesia memandang. Kita menyambut, menghormati, dan menjaga keamanan Ibu Negara sama seperti kita menyambut, menghormati dan menjaga Presiden Indonesia. Peribahasa, “Dibalik kesuksesan seorang pria, berdiri seorang wanita tangguh” berlaku dan dipegang penuh di Indonesia. Pentingnya posisi istri bagi suami adalah satu hal yang tidak bisa dipungkiri.

Sejauh yang saya tahu, gelar “Ibu Negara” bagi istri para Presiden Indonesia, seperti yang saya utarakan diatas, adalah gelar kehormatan budaya, pasangan bagi kata Bapak Presiden, bukan satu posisi yang memerlukan surat keputusan atau persetujuan rakyat. Sebagai istri seorang Presiden, dia berkewajiban mendukung dan mendampingi Presiden disetiap tugasnya diluar daerah ataupun luar negeri. Adanya gaji bagi istri presiden, adalah satu hal yang tidak pernah terlintas dalam benak saya. Kalau sampai sebatas tunjangan istri dari jabatan suami, itu sudah lumrah di Indonesia. Jangankan jabatan Presiden, semua PNS mendapat tunjangan bagi istri mereka walaupun tidak banyak. Tidak pernah saya mendengar atau membaca bahwa Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah membahas anggaran untuk mendanai kegiatan Ibu Negara. Mungkin ada tapi saya tidak pernah tahu atau mendengarnya.

Di Perancis, rupanya kata “Ibu Negara” bukanlah sebuah istilah sebutan otomatis bagi istri Presiden. Ibu Negara adalah satu posisi yang memerlukan persetujuan rakyat, apakah sang istri presiden “boleh” atau “tidak boleh” ditunjuk dan mendapatkan posisi “Ibu Negara”.

Akhir-akhir ini Presiden Emmanuel Macron menggulirkan wacana memberikan posisi “ibu negara” (First Lady) kepada istrinya. Reaksi keras sontak bermunculan, dimulai dari petisi daring yang menyuarakan agar proposal Macron dibatalkan. Dalam waktu sekitar dua minggu, petisi itu telah ditandatangani 300 ribu orang. Pencetus petisi, Thierry Paul Valette, menyatakan bahwa rencana penunjukkan Brigitte sebagai “Perempuan berjabatan khusus” di struktur pemerintahan sangat tidak masuk akal. Apalagi, posisi semacam itu akan membutuhkan pos khusus dalam anggaran negara.

Jujur, saya sempat mengerutkan kening membaca berita seperti ini. Bagaimana bisa rakyat memandang istilah “Ibu Negara” sebagai sebuah jabatan yang masuk di dalam struktur pemerintahan? Apalagi kemudian ada kata “tidak masuk akal menunjuk Brigitte Macron sebagai Perempuan berjabatan khusus”.

Dulu, Presiden Francois Hollande malah tidak menikahi kedua pasangannya. Tapi keduanya mendapatkan kedudukan sebagai Ibu Negara dalam tanda kutip. Maksudnya, yang pertama Valerie Trierwieller (2012-2014) mendapatkan julukan “Ibu Negara secara De Facto”, dan Julie Gayet (2014-2017) mendapatkan julukan “Unofficial Ibu Negara”. Kok bisa, Brigitte Macron menjadi bahan perdebatan untuk mendapatkan julukan “Ibu Negara”? Padahal dia jelas-jelas dinikahi secara resmi oleh Emmanuel Macron.

Ternyata Alasannya ini…

Ah rupanya, ini akibat dari Undang-Undang yang dicetuskan oleh Emmanuael Macron sendiri. Undang-Undang yang begitu diperjuangkan oleh Emmanuel Macron untuk disahkan adalah Undang-Undang Moralitas. Dimana Undang-undang ini bertujuan membersihkan nama baik pemerintah dari bermacam-macam kemungkinan skandal korupsi, penggelapan dana, dan nepotisme, dengan melarang anggota pemerintah mempekerjakan anggota keluarga.

Sekilas, saya memahaminya bahwa kebijakan ini untuk menghindarkan anggota keluarga untuk ditunjuk sebagai pejabat negara seperti misalnya, dulu Soeharto menunjuk Hardianti Rukmana, atau yang biasa kita kenal Mbak Tutut, sebagai menteri kabinetnya. Ternyata, rakyat Perancis memahami Undang-Undang ini sebegitu delik. Sampai-sampai posisi “Ibu Negara” disangkutkan pada Undang-Undang ini.

Thierry Paul Valette adalah pencetus petisi daring. Petisi ini dia dibuat untuk mengkritisi wacana kebijakan yang diluncurkan Macron selaku presiden. Bukan untuk menyerang Brigitte secara pribadi maupun mempertanyakan kapasitasnya dalam pemerintahan. Menurut Valette, apa yang sudah diperoleh Brigitte hingga saat ini sudah cukup: tiga karyawan, dua sekretaris, serta dua petugas keamanan. Tak perlu lagi tambahan biaya untuk menggajinya setingkat dengan pejabat pemerintahan lain. “Ada keputusan yang melarang anggota pemerintahan mempekerjakan keluarganya. Maka dari itu, kami tidak bisa mendukung apa yang diwacanakan Presiden Macron untuk istrinya,” terang Valette.

Saya jadi tidak memahami cara berpikir rakyat Perancis. Saya berkeyakinan, maksud dari Undang-Undang Moralitas yang dicetuskan Presiden Emmanuel Macron baik adanya, tapi saya tidak menyangka bahwa Undang-Undang ini pun berlaku untuk posisi “Ibu Negara”.

Emmanuel Macron memang menjagokan “Moralisation Law” sebagai modal kemenangannya di Pilpres Perancis kemaren. Undang-undang ini didesakkan untuk disahkan guna menghindari “Conflict of Interest”.

The justice minister, François Bayrou said the bill was not intended to “solve personal problems of morality” but eliminate conflicts of interest. “Morality is a personal question. Institutions are not set up to make men virtuous but knowing that not all are, they are set up to avoid human weaknesses contaminating the public body.”

Terbayangkah, jika Undang-Undang yang sama diterapkan di Indonesia? Akankah ini menjadi solusi bersihnya Indonesia dari praktek KKN? Harusnya bisa yah, tapi kalau posisi “Ibu Negara” tetap tidak termasuk didalamnya.

Itu menurut kura-kura…. Bagaimana, menurut anda?

 

ref. https://tirto.id/ramai-ramai-menolak-first-lady-cuRF     https://www.theguardian.com/world/2017/jun/01/french-prosecutors-open-inquiry-into-macron-ally       wikipedia.org

 

Membandingkan Jabatan “Ibu Negara” Di Indonesia Dan Perancis. Rakyat Perancis Ramai-Ramai Menolak First Lady | admin | 4.5