simple hit counter

Menelusuri Jejak Pembunuh Johannes Marliem dan Mengaitkannya Dengan Panggung Politik Indonesia


Meninggalnya Johannes Marliem, sebagai saksi kunci mega korupsi proyek E-KTP semakin ke sini bukannya semakin jelas namun malah semakin runyam. Perihal runyam itu bukan hanya siapa dalang di balik meninggalnya Johannes Marliem, melainkan juga terkait erat dengan konstelasi politik Indonesia, utamanya menjelang 2019, saat pilpres berlangsung. Dalam tulisan ini, penulis hendak mencoba menerka dengan cara merunut kaitan-kaitan antara satu persoalan ke persoalan lain dan kesemuanya tetap dalam koridor panggung politik tanah air.

Beberapa media mewartakan keluhan atau curhatan almarhum Yahones Marliem terkait posisinya sebagai saksi kunci mega skandal E-KTP dan disitu ada KPK sebagai pihak yang bersalah. Di sekitaran keluhan Johannes Marliem tentang keterlibatan KPK dalam publikasi dirinya sebagai saksi kunci, ada sebuah pertanyan besar : Sebegitu mudahkah lembaga sekelas KPK bertindak ceroboh seperti itu? Atau jika memang itu KPK, pernahkan dirilis dalam media mainstream? JIka hanya oknum KPK, apakah oknum itu mewakili KPK?Atau malah jangan-jangan jika itu hanya oknum, dia sedang dipakai oleh kekuatan politik tertentu di negeri ini untuk melemahkan KPK dan juga pemerintah?

Selain pertanyaan-pertanyaan di atas, penulis masih akan mengungkapan  kemungkinan-kemungkinan yang bisa jadi menjadi alasan meninggalnya saksi kunci mega skaldal korupsi E-KTP, Johannes Marliem, yaitu: bisa jadi saksi diteror luarbiasa oleh oknum tertentu sebagai bagian dari pelaku skandal korupsi, bisa jadi oknum itu menggunakan pembunuh bayaran di negeri Om Sam dan bisa jadi pula, teror psikologis menjadikan Johannes Marliem menjadi ketakutan luar biasa sehingga mengakhiri hidupnya dengan cara menembakkan peluru ke tubuhnya sendiri.

Baik, mari kita lanjutkan tamasya ini demi menguak misteri meninggalnya Johannes Marliem. Dimulai dari dugaan kecerobohan KPK membeberkan status Johannes Marliem sebagai saksi kunci. Adalah bodoh dan konyol jika lembaga sekelas KPK sampai membeberkan jati diri saksi kunci sebuah kasus ke khalayak. KPK dalam menjalankan tugasnya pastilah disumpah dan dalam sumpah itu ada tokoh agama dan Kitab Suci yang mendampinginya, sehingga dalam menjalankan pekerjaannya, KPK selalu menjaga etika dan tanggungjawab dalam kepatuhan terhadap keamanan pihak-pihak yang terlibat.

Jadi, jika dalam kasus E-KTP ini dan juga setelah diketahuinya siapa-siapa saja yang menjadi saksi,termasuk saksi kunci, tugas KPK adalah menjaga kerahasiaan saksi itu. Konyol kalau kemudian KPK menyebut nama saksi, apalagi saksi kunci. Dari analisa ini penulis yakin jika KPK bukan pelaku penyebaran jatidiri saksi kunci. Jikapun benar KPK, bisa jadi itu hanya oknum yang mengatasnamakan KPK yang yang menyebarkan jatidiri tentang siapa saksi kunci itu, justru ini yang bisa dilacak untuk mengetahui motif atau latar belakang pembeberan jati diri saksi kunci itu.

Menurut penulis, jika bisa mengetahui tokoh atau oknum KPK yang membeberkan jati diri almarhum Johannes Marliem, justru ini menjadi titik terang untuk mengetahui, siapa sebenarnya tokoh dibalik perencanaan hingga eksekusi terhadap saksi kunci. Jadi silakan KPK untuk membersihkan diri dengan bekerjasama dengan Polri untuk menguak kasus ini melalui pintu “KPK yang membeberkan jati diri saksi kunci”.

Pernyataan si konyol Fahri Hamzah yang menyebut agar KPK tidak bersilat lidah, semakin memberikan titik terang, bahwa “ada sesuatu” antara pembeberan saksi kuncin yang (katanya) dilakukan oleh KPK dan perang-perang kotor beberapa penghuni gedung parlemen di Senayan ( INFO ). Bisa jadi dengan menyebut KPK terlibat, sebenarnya ini adalah bagian dari skenario besar untuk melemahkan pemerintah, karena bukankah DPR membenci KPK yang didukung pemerintah?

Jalur penelusuran yang kedua, adalah mencoba menelusuri kemungkinan keterlibatan langsung “Penghuni Senayan” sebagai dalang dibalik meninggalnya Johannes Marliem. Mengapa menyebut penghuni senayan? Karena merekalah yang membahas serta memutuskan gol dan tidaknya proyek E-KTP itu.

Logikanya adalah, ketika proyek E-KTP itu lolos lalu banyak yang berkerumun menikmati “kue besar nan lezat” bernama proyek E-KTP dan tentunya mereka yang berkerumun itu ya orang-orang di sekitar mereka  menghuni gedung parlemen. Namun yang berkerumun laksana burung nazar saat menikmati bangkai itu, bukan pelaku pertama, pelaku pertama tetap para penghuni gedung parlemen. Saat menikmati lezatnya kue bernama proyek E-KTP, mereka mungkin tidak berpikir kesalahan mereka akan terbongkar. Namun alam semesta ini memiliki caranya sendiri untuk menghukum siapa saja yang menentang hukum abadinya. Dan benar, saat proyek E-KTP dirasakan banyak kejanggalan dan kemudian ternyata ada penggelembungan anggaran, di situlah mereka yang terlibat mulai kocar-kacir, mungkin ada yang terkencing-kencing.

Mereka yang terlibat segera merancang cara untuk mengamankan diri dan itu bersamaan dengan upaya negara melacak jejak-jejak berdarah mereka. Upaya menghindar melawan upaya pengejaran. Duel seru bagaikan perang tanding Mahabarata. Manakala para penghuni gedung parlemen terkencing-kencing ketakutan karena kinerja negara dengan panglima “Presiden Ndeso”, tanpa sadar mereka melakukan kesalahan-kesalahan, salah satunya adalah membunuh saksi kunci.

Memang dialektis sekali urusannya dengan saksi kunci ini. Dibiarkan maka akan membuka semua aib dan borok mereka namun jika segera dihabisi, menjadi ribet juga, karena akan membuka celah penyelidikan. Inilah yang membuat para pelaku mega korupsi bingung dan pusing 77 keliling. Maka direkalah banyak cara untuk lolos dari jeratan hukum yang salah satunya adalah melibatkan KPK dalam proses pembunuhan saksi kunci. Dan untuk upaya melibatkan KPK yang salah dengan membukan jati diri si saksi kunci, di analisa pertama sudah penulis tuangkan.

Dari dua jalur pendakian, opss…penelusuran untuk mengetahui siapa sebenarnya otak atau dalang dibalik terbunuhnya Johannes Marliem tersebut, silakan pembaca ikut memperlengkapi analisa penulis. Namun yang pasti, menurut penulis, dari kasus terbunuhnya Johannes Marliem sebagai saksi kunci mega korupsi E-KTP, bisa dijadikan jalan untuk mengetahui siapa dalang kotor nan licik yang memiliki ambisi munguasai negeri ini.
Bisa jadi dalang dari semuanya adalah pribadi dan juga partai, demi mengeruk uang untuk membiayai semua hal terkait tercapainya tujuan, yaitu menajdi penguasa negeri ini. Bukankah sudah lazim dipahami bahwa untuk biaya hidup partai butuh uang?Dan untuk menjadi penguasa di negeri ini, uang masih dipahami sebagai yang paling dominan, bukan kinerja dan kejujuran? Oleh karena itu, sebagai rakyat jelata, penulis berharap agar melalui terbunuhnya Johannes Marliem sebagai saksi kunci mega korupsi E-KTP, bisa menjadi jalan pembuka terkuaknya orang-orang kotor di negeri ini.
Salam NKRI Jaya

Menelusuri Jejak Pembunuh Johannes Marliem dan Mengaitkannya Dengan Panggung Politik Indonesia | admin | 4.5