Dua Anak Buah Prabowo, Saling Nyinyir, Konspirasikah?
Beberapa hari lalu, Wakil Ketua DPRI, Fadli Zon dari fraksi Gerindra ini, memang menjadi suatu kegemarannya menyinyir Jokowi. Berkat kegemarannya itu, ternyata simalakana direspon tak sedap oleh kebanyakan publik. Fadli Zon berkicau di media sosial twitternya, dengan kalimat ala kegemarannya si tukang nyinyir.
Menilai diktator itu bukan dari wajahnya, tapi kebijakan dan tindakannya. Tumpas ormas, tangkap seenaknya, tuduh makar, dan lain-lain, apa demokratis?” tulis politikus Partai Gerindra melalui akun Twitter @fadlizon, Rabu (9/8/2017).
Jokowi saat bertemu santri serta pengurus Pondok Pesantren Minhaajurrosyidin Lubang Buaya, Jakarta Timur, menepisnya dengan gaya wong ndeso di hadapan para santri yang ada di situ. Malah Jokowi dengan santai, memberi kuis kepada anak- anak Santri, sebut nama pulau di Indonesia, seperti biasa saat Jokowi mengunjungi daerah-daerah di Indonesia.
Fadli Zon, sepertinya alergi dan penuh emosional mengatakan Jokowi diktator. Fadli Zon bisa berkicau di twitter, bukti bahwa Jokowi bukan diktorkan? tangan dan mulut Fadli Zon, enak bicara pemerintah, bukti bukan diktator bukan? Mencoba ke belakang, saat bungkamnya pers masa Orde Baru saat meletusnya Malari (15 Januari 1974), karena dinilai pers ikut memanaskan situasi. Dan pada waktu itu, tujuh surat kabar terkemuka di Jakarta diberanguskan atau dibredel dan diizinkan kembali, ketika pemimpin redaksi menandatangani surat permintaan maaf “junalisme pembangun” yang diintrodusir pemerintah Soeharto, sebagai kedok untuk membungkam kebebasan pers.
Pembungkaman terhadap kebebasan pers selalu merupakan sintom atau perampasan kedaulatan rakyat-suatu bentuk ‘pengkhianatan’ wawasan kebangsaan. Sekuat apapun konsolidasi kekuasan yang merampas kaedaulatan rakyat, pada akhirnya kekuasaan semacam itu tumbang juga.
Saat ini, media, jalan dengan baik baik saja, alam demokrasi memberikan ruang seluas luasnya untuk masyarakat mengkritik, demonstrasi. Dan sebagai patner pemerintah, terutama rakyat untuk menginformasikan segala jenis kejadian yang sifatnya faktual, aktual, apa yamg beredar. Semuanya diberi ruang untuk itu. Hello Fadli Zon, mimpi apa sebelum bicara? Ini bukan dongeng, zaman barbarian atau zaman NAZI ketika kediktatoran Hitler yang kejam dan keji saat Perang Dunia II atau zaman Orde Baru yang sewenang wenang dalam berkuasa.
Pada saat itulah kekuasaan Orba runtuh karena otoriter dan diktatornya dalam menjalankan pemerintah. Atau katakan saja Hitler atau Muzolini itu sangat wajah diktator atau zaman Orde baru
Pertanyaan saya kepada Fadlin Zon yang menyandang dewan terhormat, apa definisi diktator? Saya atau kami masyarakat yang gagal paham atau Fadlin Zon yang kepedean menggunakan istilah. Waduh, coba saya buka lagi KBBI, mungkin saya salah mendefinisikannya.
Kicauaan pun datang dari Wakil Ketua Umum DPP Gerindra, Arief Poyuono yang beberapa hari lalu melontarkan pernyataan mencla mencle kepada PDI Perjuangan adalah PKI yang memantik amarah partai banteng itu. Dan pada akhirnya meminta maaf kepada PDI P.
Tetapi hari ini hentakan pernyataan Arif Poyouono ini, balik 360 derajat membela Jokowi, dan menyindir Fadli Zon yang nota bene satu perjuangan di bawah partai besutan Prabowo Subianto itu. Ada apa gerangan, saling menyindir? Politik memang seni memainkan peran, seni memainkan teater wajah.
VIVA.co.id – Wakil Ketua Umum DPP Gerindra, Arief Poyuono kembali membuat manuver. Arief melempar sindiran ke elite Gerindra, Fadli Zon, yang sebelumnya menyebutnya sebagai politikus mencla-mencle.
Arief heran dengan tuduhan tersebut karena dia hanya bicara jujur soal kinerja pemerintahan Joko Widodo.
“Dianggap mencla-mencle setelah mengatakan sebuah kejujuran bahwa faktanya kinerja ekonomi pemerintahan Joko Widodo cukup baik ya rapopo,” jelas Arief, dalam siaran persnya, Kamis 10 Agustus 2017.
Arief menekankan, dia hanya berkata jujur terkait ucapannya soal kinerja Joko Widodo.
“Ya, masa iya sih kita bilang Joko Widodo yang udah mati-matian kerja keras dinilai gagal sih,” katanya.
Menurut dia, yang bisa menilai pernyataannya soal keberhasilan ekonomi Jokowi itu berhasil atau tidak adalah masyarakat.
Biar masyarakat juga menilai apakah dia mencla-mencle atau tidak berpendirian. Dikatakan Arief, tak ada yang salah dengan memuji Presiden RI. Apalagi memprediksi akan memimpin Indonesia untuk periode kedua pada Pilpres 2019 nanti.
“Lebih baik dianggap mencla-mencle apa jadi kacung nya Amerika Serikat? Di mana ada politisi Indonesia yang sangat bangga ikut hadir dan ikut memberikan dukungan pada saat capresnya Amerika Serikat Donald Trump kampanye,” sindir Arief.
Niat baik dan buruk memang beda-beda tipis ataukahbini bentuk sindiran halus kepada Jokowi dengan bahasa yang sarkarme? Atau kah mungkin Arief merasa terzolomi oleh Gerindra, saat Fadli Zon mengatakan apa yang disampaikan Arief bukan urusan partai atau pernytaan partai melainkan pernyataan murni Arief soal menuduh PDI Perjuangan adalah PKI?
Konspirasi apa yang sedang dimainkan dua anak buah Prabowo Subianto ini, dengan memainkan politik ganda? Benarkah Fadli Zon atau Gerindra antek-antek asing selama ini? Yang selalu meneriakan Jokowi sebagai antek asing, padahal mau mengatakan sejujurnya bahwa kamilah antek asing sesungguhnya.
Teori konspirasi yang dimainkan Gerindra, memang seksi, seraya menyelipkan misi besar mereka memenangkan Bosnya, Prabowo Subianto Pilpres 2019 mendatang. Maaf, kopi seruput dulu yah, mulut saya digodai oleh Mbak Warkop, tak tahan untuk meminumnya sampai ampas-ampasnya. Ada pepatah mengatakan, sebesarvapapun dominasi gula dalam secangkir kopi tetaplah orang menyebutnya secangkir kopi. Ditunggu permainan dan perkembangan geliat Gerindra ke depannya.
SERUPUT🍵🍵🍵🍵👌