Hahaha! Bang Rhoma Irama Gugat UU Pemilu, Rupanya Tak Tahan Mau Ikut Nyapres Juga

Kompas.com
Begitu diputuskan dalam UU Pemilu bahwa ambang batas presidential threshold adalah 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional, ada 4 partai yang protes hingga perwakilannya walkout yaitu dari partai Demokrat, Gerindra, PAN dan PKS. Dan salah satu tokoh yang menjadi pusat perhatian adalah Prabowo Subianto yang terlihat sangat ingin mencalonkan diri kembali sebagai presiden. Dua kali gagal sepertinya makin menguatkan semangat dan ambisinya.
Dan terlepas dari itu ada satu orang yang ternyata ikut protes, tidak terlacak oleh radar politik saya. Orang tersebut adalah Rhoma Irama. Dia sebenarnya tahun 2014 dulu dikabarkan mau nyapres, kalau tidak salah lewat partai PKB. Bahkan ada pula meme sindiran kocak yang mengatakan PKB adalah Partai Ksatria Bergitar. Kocak sekali waktu itu, banyak momen yang tak terlupakan.
Salah satunya adalah gelar profesor yang disandangnya. Dia mengatakan, gelar profesor bidang musik diterimanya dari American University of Hawaii pada tahun 2005. Gelar tersebut diberikan untuknya karena dia dianggap sebagai guru besar musik dangdut. Gelar tersebut diberikan langsung oleh profesor universitas di TMII. Saya sangat terpukau sekali waktu itu, antara percaya tidak percaya kenapa gelar ini baru diketahui saat dirinya sedang dirumorkan akan mencalonkan diri jadi presiden. Entah benar atau tidak, saya juga tak peduli karena akhirnya pun batal semua. Dia berakhir sebagai pemanis politik saja.
Dan sekarang, Rhoma menjadi ketua umum partai yang didirikannya sendiri yaitu Partai Islam Damai Aman atau Partai Idaman. Dia juga ikut mengajukan gugatan uji materi UU Pemilu ke MK. Yang dipermasalahkan adalah presidential threshold hingga verifikasi partai politik oleh KPU. Tepatnya pasal 222 dan pasal 173 ayat 1 dan 3. Rhoma mengatakan bahwa pasal tersebut terutama yang berkaitan dengan presidential threshold telah menghadang haknya untuk mencalonkan diri sebagai calon presiden.
Selain itu dia juga menentang pasal di mana parpol yang baru berbadan hukum (seperti partainya) wajib ikut proses verifikasi untuk menjadi peserta pemilu. Ini sebenarnya mudah saja sih. Partai Idaman kan termasuk partai baru. Baru start di dunia politik. Tak pernah ikut pemilu sebelumnya. Partai ini sama sekali tidak punya satu kursi pun di DPR. Jadi dengan aturan main sekarang, partai ini tak punya hak mengusung calon sendiri.
Jadi wajar Rhoma Irama juga ikut menggugat UU Pemilu karena dia kepingin juga nyapres. Dia berpikir dengan diberlakukannya presidential threshold nol persen, dia akan melenggang bebas menjadi calon presiden. Sebenarnya lucu juga sih, partainya masih pemula, tapi merasa seperti sudah menjadi partai papan atas. Harusnya ikut pemilu 2019 lalu lihat sampai di mana kekuatannya dalam meraih kursi di DPR, bukannya begitu lahir langsung kepingin berjalan dan berlari. Partai ini tidak rugi apa pun karena toh tak punya satu kursi pun di DPR. Mulai saja belum kok.
Dan sebenarnya presidential threshold nol persen ini banyak cacatnya dengan melihat kondisi sekarang. Jika dipaksakan semua partai akan berlomba-lomba mengusung calon sendiri. Malah nanti ada belasan calon presiden. Ini mah bukan lagi pilpres melainkan kontes mirip miss universe. Dan belum lagi mendadak bermunculan partai-partai baru oleh mereka yang kepingin jadi presiden. Tinggal dirikan partai baru, langsung nyapres. Kan lucu jadinya.
Saya bukannya pesimis atau menolak, tapi coba bayangkan apakah Rhoma Irama berkompeten di bidang politik? Kalau musik dangdut okelah kalau dia disebut rajanya. Kalau politik? Sepertinya tak ada pengalaman sama sekali. Memang setiap warga negara punya hak, termasuk Habiburokhman, Novel, Rizieq, atau yang lainnya. Bahkan pasukan sumbu pendek pun berhak kok. Tapi kan harus lihat juga kompetensi dan kapabilitasnya. Bukan asal main nyapres saja. Ibaratnya jika Anda pemegang saham terbesar sebuah perusahaan penjualan rumah, maukah Anda mempercayakan posisi direktur kepada seorang dokter bahkan meskipun dia adalah rajanya dokter? Tidak sinkron bukan?
Makanya presidential threshold berguna untuk memfilter kandidat yang dirasa aneh dan konyol. Yang dari latar belakang mumpuni saja belum tentu bisa berhasil, apalagi yang tidak berkompeten sama sekali. Bayangkan kalau misalnya pasukan sumbu pendek yang jadi presiden, jadi apa negara ini nantinya? Mau kerja jadi cleaning service saja harus ada persyaratan tertentu. Masa mau jadi presiden tak perlu syarat apa pun. Ini bukan skala organisasi atau perusahaan, tapi skala negara besar.
Bagaimana menurut Anda?
http://nasional.kompas.com/read/2017/08/09/12375911/ingin-nyapres-2019-rhoma-irama-gugat-uu-pemilu-ke-mk