6296 Guru Garis Depan: Kado Kemerdekaan dari Jokowi untuk daerah Tertinggal
Memperbincangkan tentang prestasi orang besar, tokoh besar, tampak selalu menarik. Setiap kebijakan yang diambil pemimpin boleh jadi adalah titik balik kehidupan baru bagi orang lain. Demikianlah Presiden Joko Widodo dan keputusan pengangkatan CPNS Guru Garis Depan 2017 telah merentangkan takdir atas ribuan pengajar muda sebagai abdi negara dipelosok negeri.
Dari sederet kebijakan yang dibuatnya, keputusan besar dan sungguh berani adalah keyakinan Jokowi mengangkat sejumlah 6.296 Guru Garis Depan (GGD) hasil seleksi Jalur khusus tahun 2016. SK penempatan GGD tersebut berlaku mulai 1 Agustus 2017. [1]Mereka disebar untuk mengajar di 183 kabupaten/kota kategori daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) di seluruh Indonesia.[2]
Momen bulan agustus tepat dipilih sebagai waktu dikeluarkannya SK pengabdian bertepatan dengan bulan kemerdekaan. Hal ini dibaca sebagai kado manis untuk anak-anak Indonesia di daerah tertinggal agar merdeka dari belenggu kebodohan.
Guru Garis Depan (GGD) merupakan sebutan bagi para guru yang akan ditempatkan di daerah 3T. Program GGD pertama dirilis oleh Mendikbud Anies Baswedan pada 2015 sejatinya lahir dari embrio kegelisahan atas ketimpangan pendidikan didaerah tertinggal. Prioritasnya adalah membidik sekolah SD-SMA/SMK di pulau pulau terluar yang kekurangan pengajar.
Sejujurnya, urusan membuka rekrutmen ASN bukan hal yang sepele, mengingat konsistensi pelaksanaan morotarium yang telah diterapkan pemerintah. Namun bagi seorang Jokowi, pemimpin harus berani mengambil resiko dan mengubah setiap krisis menjadi peluang. Jokowi kekeuh berkeyakinan menambah kuota GGD tahap II tahun 2017.
Pada GGD angkatan I, kuota yang diberikan oleh pemerintah adalah 1000 peserta, namun yang berhasil lolos hanya 798 peserta (alumni SM-3T angkatan 1). Mereka kemudian ditugaskan ke daerah pedalaman Indonesia yang tersebar di 28 Kabupaten meliputi 4 Provinsi: Aceh, NTB, NTT, dan Papua. Peserta GGD 1 yang berjumlah 798 dilepas langsung oleh Presiden RI Joko Widodo pada Mei 2015 kala itu.
Sukses Launching GGD I, kini pemerintah semakin bergairah menambah kuota peserta sejumlah 6296 CPNS GGD tahap II dengan perjanjian kontrak sekurang-kurangnya lima tahun atau sesuai ketentuan kabupaten penempatan.[3]
Keputusan yang memihak
Masih segar ingatan kita tentang duka didunia pendidikan ditahun 2015, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) Yuddy Chrisnandi melempar wacana moratorium (penghentian) perekrutan Pegawai Negeri Sipil (PNS) selama 5 tahun (2015-2020).[4] Alasannya, pertimbangan penghematan biaya belanja pegawai dinilai semakin gemuk dan membuat APBN dan APBD kewalahan.
Moratorium dianggap sebagai keputusan tepat sesuai keinginan pemerintah melakukan penataan terhadap birokrasi yang terlalu gemuk. Asumsinya, PNS didistribusikan ke daerah atau kementerian yang kekurangan tenaga dengan mempertimbangkan rasio jumlah pegawai negeri dengan jumlah penduduk Indonesia.
Sekedar merawat ingatan kita akan masa lalu, moratorium CPNS juga pernah dilakukan oleh pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2011 hingga Desember 2012. Kabar morotarium ala Jokowi kala itu sontak menjadi mimpi buruk bagi masa depan guru tidak tetap, guru honorer non PNS di seluruh Indonesia. Seolah-olah mimpi mereka menjadi guru CPNS terbentur tembok tinggi yang dibangun pemerintah. Lagi-lagi wacana besar yang menyeruak “Presiden Jokowi tidak pro-wong cilik, tidak pro nasib guru, dan tidak memihak pendidikan.” benarkah demikian?
Dari era negara koloni Belanda (masa H.W Daendels) hingga negara berdaulat, kebutuhan akan tenaga pendidik memang tidak pernah mudah diselesaikan oleh bangsa ini. Sama peliknya dengan marwah pemerataan pendidikan Indonesia, perwujudan pendidikan yang sesuai dengan amanat sila ke-5 pancasila dan UUD 1945 ini selalu menjadi PR besar pemerintah segala rezim.
Persoalan inilah yang coba diurai oleh Presiden Jokowi untuk dapat dicarikan jalan solusinya. Jokowi menegaskan bahwa rekrutmen Aparatur Sipil Negara (ASN) khususnya CPNS hanya terbuka untuk guru, dosen, tenaga kesehatan, penegak hukum dan jabatan fungsional khusus, Itupun sangat ketat. Kini ditahun 2017, Pemerintah melalui Kemenpan akhirnya menyiarkan kabar bahagia melalui keputusan pengangkatan 6296 GGD didaerah terdepan, terluar, tertinggal.
Kini, terang sudah arah keberpihakan Presiden Jokowi, yakni memihak rakyat. Sekali tepuk, dua hasil dicapai. Pengangkatan CPNS GGD ini ibarat perjumpaan manis atas keberpihakan terhadap nasib guru, dengan keinginan memperjuangkan pendidikan anak-anak didaerah tertinggal.
Sekali lagi, Presiden Jokowi telah mematahkan stigma “kaum guru honorer tidak pernah didengar suaranya oleh Pemerintah”!. Begitulah bunyi tuntutan guru-guru honorer yang diserukan sebagai aksi protes dalam tradisi peringatan hari guru.
Jalur Khusus
Makna “Jalur khusus” bukan berarti tes CPNS GGD 2017 yang diselenggarakan pemerintah dipenuhi dengan cara cara kotor yang sarat akan penyakit kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN), diliputi ketidaktransparan, dan dijadikan ajang pemerasan. Lantas bagaimanakah rupa CPNS “Jalur khusus” itu?
Jalur khusus merujuk pada dua hal, yang pertama kekhususan dari passing grade. Bertolak dari peraturan passing grade CPNS tahun 2014 melalui sistem CAT, nilai passing grade ialah 70 untuk TWK, 75 untuk TIU, dan 126 untuk TKP. Namun hal ini tak berlaku bagi peserta CPNS GGD, mereka memiliki “hak oktrooi” tanpa batas passing grade. Semua peserta CPNS GGD sejumlah 6296 peserta lolos sebagai CPNS 2017.
Ada juga beberapa peserta GGD yang lolos namun mengundurkan diri. Alasannya, apalagi kalau bukan peserta GGD adalah pasangan suami istri beda penempatan. Sejak awal Pemerintah dengan bijaksana tidak mengintervensi semua peserta harus menyetujui wilayah penempatan, mereka yang tidak sanggup memikul tugas negara didaerah pengabdian, dipersilahkan untuk mengundurkan diri.
Dukungan pemerintah terhadap proses rekrutmen GGD tak penah tanggung-tanggung. Pasca diadakan tes Jalur khusus GGD 2017, seluruh peserta diundang untuk memperoleh bimbingan teknis keprofesian bagi CPNS GGD. Segala pembiayaan transportasi dan akomodasi peserta dibebankan pada DIPA direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar tahun 2016.[5]
Kedua, kekhususan dari peserta yang boleh mendaftar. Tiket tes CPNS GGD jalur ini hanya diperuntukkan bagi peserta yang telah mengikuti Program Profesi Guru (PPG). PPG sendiri dipecah dalam beberapa kategori sesuai dengan jenis jenis latar belakang pesertanya, yakni : PPG Pasca SM-3T, PPG Kolaboratif, dan PPGT. Bagaimanakah perbedaan ketiganya?
PPG Pasca SM3T adalah jenis program profesi guru dimana pesertanya adalah mahasiswa yang telah mengabdi di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) selama satu tahun. Bagi guru SM3T yang telah menunaikan tugas selama satu tahun, diberi kesempatan untuk kembali ke LPTK masing-masing dan mengikuti pendidikan profesi. Hingga kini, Program Pendidikan Guru Pasca SM3T telah sampai pada V angkatan, angkatan I dari tahun 2011, angkatan V dari tahun 2012, sebelum akhirnya dihentikan oleh pemerintah pada 2017.
Kedua, PPG SMK Kolaboratif, jenis ini tidak dikhususkan untuk program satu jenis prodi atau satu fakultas saja, namun lintas prodi. Sasarannya menyiapkan guru SMK yang profesional. Ketiga, PPGT adalah program profesi guru semacam jalur afirmasi yang diperuntukkan bagi putra daerah yang telah selesai mengikuti pendidikan selama setahun lalu kembali mengajar didaerah asalnya.
Pelibatan putra daerah semacam ini dianggap positif dan bisa menampung pemberdayaan masyarakat daerah tertinggal di Indonesia sehingga pemerataan pendidikan benar-benar tercapai. Upaya pemerintah Jokowi memberikan wadah eksistensi bagi peserta lulusan PPG menjadi CPNS GGD 2017 melalui jalur khusus dibaca sebagai penghormatan atas profesi guru.
Hari depan pengajar GGD
Setiap kejayaan program nyatanya pun tak pernah lolos dari evaluasi. Hal ini baik dilakukan untuk keberlangsungan program dimasa mendatang. Setelah mencapai tahun ke-enam kontribusinya bagi percepatan pendidikan tanah air, program SM3T akhirnya dihapus. Program Profesi Guru kemudian mulai dibuka untuk jalur umum sehingga peserta tidak harus merasakan pengabdian selama setahun untuk bisa mendaaftar seperti syarat sebelumnya.
Lantas, bagaimana masa depan lulusan PPG yang berangkat dari latar belakang peserta yang belum pernah mencicipi asam pahit pengabdian didaerah 3T? Apakah penghentian program SM-3T mengindikasikan bahwa pengangkatan CPNS Jalur khusus GGD akan ditiadakan? Logika semacam ini telah berlangsung lama, melengkapi kekeliruan sebelumnya bahwa program SM-3T dan PPG hanya menghambur hambukan uang negara tanpa menjawab solusi pendidikan Indonesia.
Bagi penulis pribadi, kebijakan penghentian SM-3T ini merupakan strategi pemerintah Jokowi membuka kesempatan bagi alumni PPG dari angkatan 4-6 untuk mengamankan tiket CPNS GGD dimasa mendatang, toh jumlah mereka tidak sedikit, sedangkan pengangkatan CPNS GGD I dan II baru diserap oleh peserta yang merupakan alumni PPG 1-3.
Nah kesempatan kedua ini akan diisi oleh tenaga terdidik alumni yang belum tertampung. Jadi semua peserta alumni PPG yang telah diberi beasiswa dari pajak rakyat ini dapat terserap seluruhnya untuk kepentingan masyarakat daerah tertinggal.
Pada akhirnya, tugas sejarah yang akan mencatat dan menilai peristiwa pengangkatan 6296 peserta GGD 2017 sebagai lompatan besar dalam dunia pendidikan Indonesia. Pencapaian ini bukan milik Presiden Jokowi dan rezimnya semata, tetapi juga kado kemenangan bagi seluruh anak anak dipelosok negeri yang haus meneguk pendidikan yang lebih beradab.
Tantangan kedepan pemerintah Jokowi jelas tanggung jawab atas kelangsungan kehidupan pengajar didaerah 3T. Sepanjang tugas pengabdian diharapkan guru-guru itu disejahterakan. Beban negara ini cukup besar memang untuk urusan gaji.
Sebelum melangkah, hal pertama yang harus diperhatikan adalah bagaimana menerapkan efisiensi dan akuntabilitas sebagai syarat mutlak efisiensi rekrutmen pengajar GGD dimasa mendatang. Supaya jangan sampai kebijakan pemerintah tersebut tidak tepat sasaran, bukan? Kuncinya, ketepatan pengalokasian tempat dan rasionalitas anggaran menjadi roh dalam pengelolaan pendidikan daerah 3T.
Lebih jauh, antisipasi respon penolakan dan kecemburuan sosial bisa saja menjangkiti PNS guru didaerah penempatan atas kedatangan guru CPNS GGD yang notabene menempuh jalur khusus. Selain itu, sentimen terhadap ketakutan atas dugaan Jawanisasi pendidikan di daerah pengabdian harus segera dihilangkan agar terjadi sinergi keduabelah pihak untuk komitmen pemerataan pendidikan Indonesia.
1 Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Tindak Lanjut Penyerahan Penetapan Kebutuhan Formasi dan Hasil SKD Guru Garis Depan tahun 2016. No.38876/A.A3/KP/2017. Tanggal 21 Juni 2017
[2] Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Pemrosesan Usul penetapan NIP dan Penetapan SK CPNS GGD Angkatan II.No. 39993 B/A.A3/KP/2017 tanggal 14 juli 2017.
[3] Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Pengumuman Kelulusan peserta Seleksi Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) Guru Garis Depan tahun 2016. No. 39445/A.A3./KP/2017.Jakarta, 3 juli 2017.
[4] http://www.menpan.go.id/berita-terkini/2948-yuddy-pastikan-moratorium-cpns-mulai-1-januari diakses 30 juli 2017, pukul 17.37 wib.
[5] Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen GTK.. Undangan bimtek PKB calon GGD 2016. 6 desember 2016. Lampiiran 1 berkas.