Ahay, Ada Pesan Alay ala AHY
Gaya komuniksi politik Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) memang beda. Sekalipun beda namun sejatinya saling melengkapi.
AHY melakukan pendekatan kepada pemimpin, kalau Ibas pendekatannya ke bawah. Langsung kepada rakyat. Tidak heran bila seruan yang dipakai adalah “wahai rakyatku…” Alangkah cocok bila Ibas nanti jadi Juru Bicara Kepresidenan ketika AHY jadi Presiden.
Tentu sapaan “wahai rakyatku” tidak hanya jadi cuitan tapi akan sering terdengar tiap kali konferensi press. Tentu pantas dinantikan. Tidak mungkin dalam pengandaian ini posisi dibalik. Ibas jadi Presiden dan AHY jadi juru bicara. Mengingat AHY lebih suka menunjukkan perhatian dengan menyampaikan pesan terbuka kepada pemimpin. Misalnya ketika ia memberikan kata sambutan saat menerima penghargaan sebagai tokoh demokrasi, seperti diberitakan detik.news.
Dalam kesempatan itu, AHY berpesan demikian kepada pemimpin baru DKI nanti.
“Sebagai salah satu kandidat saya merasakan betul kerasnya kompetisi pilkada DKI yang lalu. Dan saya titipkan pesan kepada pemimpin baru Jakarta untuk mengambil langkah terbaik demi terwujudnya rekonsiliasi,” tegas AHY dalam acara Malam Budaya Manusia Bintang 2017, di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Sabtu (29/7/2017).
Pesan AHY jelas berlatar belakang Pilkada DKI yang diikutinya. Menurut pasangan Mpok Silvi itu, atmosfer Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta terasa panas.
“Hanya karena sebuah perhelatan politik di ibu kota. Sebuah kompetisi atau kontestasi pemilihan gubernur kemudian seolah bangsa Indonesia terpecah belah,” tandas Agus Harimurti Yudhoyono.
AHY mengakui ada perpecahan dua kubu di sana. Yakni seolah ada yang pro bhinneka pada satu sisi dan pro Islam pada sisi yang lain. Demikian dia bercerita:
“Menyedihkan ketika seseorang atau kelompok dilaporkan pro bhinneka hanya karena memasang spanduk berslogan ‘Aku Pancasila’, ‘Aku Merah-Putih’, ‘Aku NKRI’, atau ‘Aku Bhinneka’, kemudian mereka dianggap tidak Islami. Sebaliknya seseorang atau suatu kelompok dicap sebagai anti-Pancasila, anti-kebhinnekaan karena mereka turun ke jalan bersuara lantang mencari keadilan di negerinya sendiri.”
Dengan segudang pengalaman yang dimiliki sebagai mayor, bagi Agus, seharusnya tidak perlu ada pembenturan antara Pancasila dengan agama tertentu. Sebab Agus yakin agama mana pun di Indonesia pasti kompatibel dengan Pancasila. Menyimak penjelasan tersebut jadi aneh karena tidak konsisten dengan sistem berpikir di atasnya. Kalau memang semua agama kompatibel dengan Pancasila, ngapain juga dibentur-benturkan. Kayak orang tidak belajar silogisme saja ini, Bung AHY.
Ahay, kira-kira ke arah manakah analisa AHY? Sangat mudah dibaca kalau dia sedang beropini bahwa Pemerintahan Jokowi itu anti Islam. Ironisnya AHY memahami bahwa Islam adalah presidium 212, HTI, FPI, dan yang secingkrangan. Kelihatan kalau AHY sedang bermain-main dengan teori Samuel Huntington tentang benturan peradaban.
Sebuah teori yang mensinyalir betapa identitas budaya dan agama seseorang rentan bagi terjadinya konflik peradaban. Rupanya AHY sengaja membenturkan Pancasila dengan Islam. Pancasila itu anti Islam. Opini alay ala AHY tentu berbahaya bila dibiarkan.
Seorang terpelajar yang adil sejak dalam pikiran semestinya tidak seperti itu cara pembahasaannya. Selayaknya AHY belajar dari para Kyai NU yang mengatakan bahwa Pancasila itu sudah Islami. Ringkasnya dalam Pancasila ada jiwa Islam. Tak elok dan tak pantas kalau Pancasila dianggap berbeda dengan Islam apalagi hingga dibenturkan ala teori Huntington.
AHY tak sepantasnya bersedih dengan gaya alay seperti di atas. Munculnya spanduk berslogan ‘Aku Pancasila’, ‘Aku Merah-Putih’, ‘Aku NKRI’, atau ‘Aku Bhinneka’ adalah dalam konteks menegaskan Islam yang rahmatin lil ‘alamin. Islam Indonesia, Islam Nusantara yang ramah dan bukan Islam yang marah-marah. Slogan-slogan tersebut tidak bisa disebut anti Islam. Sebaiknya AHY harus waras dulu dalam menalar.
Selebihnya, AHY mesti bisa membedakan antara kelompok orang yang memaksakan kehendak dan mencari keadilan. Apalagi untuk kelompok yang secara terang-terangan ingin mendirikan khilafah di bumi Nusantara. Kelompok yang suka mengkafir-kafirkan sesamanya yang percaya pada Tuhan. Kalangan seperti ini tidak bisa disebut pencari keadilan karena sejak dalam pikiran sudah tidak adil.
Tentang pesan kepada Pemimpin Jakarta yang baru mengenai tema rekonsialisi, sebaiknya AHY belajar dulu pentingnya berekonsiliasi dalam pikirannya. Insya Alloh SWT, bila AHY menyadari hal tersebut dia layak dicalonkan sebagai presiden Republik Indonesia entah yang ke berapa.
Referensi
https://m.detik.com/news/berita/d-3579100/terima-penghargaan-tokoh-demokrasi-ahy-bicara-soal-pilgub-dki