Pemerintahan Jokowi Resmikan Laut Natuna Utara, Tegaskan Kedaulatan Laut Indonesia
Sejak saya di bangku sekolah, nama Laut Cina Selatan sangat familiar di pikiran dan telinga saya. Apalagi kalau berbicara mengenai perbatasan negara Indonesia, nama Laut Cina Selatan selalu disebutkan. Ya, Laut Cina Selatan seperti menjadi sebuah penamaan yang disepakati di dunia internasional. Itulah yang dulu saya pahami.
Penamaan daerah laut tersebut dengan nama Laut Cina Selatan sempat menjadi pertanyaan saya. Karena kalau kita melihat gambaran petanya, letak Cina itu sangatlah jauh dari Indonesia, tetapi entah kenapa kok malah yang dijadikan nama Laut Cina Selatan. Karena tidak paham mendalam, saya hanya berpikir mungkin karena Cina lebih besar dari Indonesia.
Ya, penamaan dengan memasukkan nama sebuah negara tentu saja memberikan sebuah efek psikologis mengenai kehebatan negara tersebut. Bagaimana tidak, saya saja waktu itu berpikir itu semua adalah lautnya Cina. Sama seperti kalau membaca Laut Jawa atau Laut Sumatera. Itu menjadi sebuah tanda kepemilikan, meski ternyata maksud Laut Cina Selatan tidak seperti yang saya pikirkan.
Efek psikologis ini mau tidak mau membuat saya menilai Cina adalah negara yang sangat superior. Tetapi kini, pemahaman tersebut berubah setelah pemerintah Indonesia menetapkan nama Laut Natuna Utara. Kini, Indonesia menunjukkan bahwa kedaulatan Indonesia ditegakkan dengan mengganti istilah yang sering dikenal sebagai Laut Cina Selatan dengan Laut Natuna Utara.
Sontak hal ini memang membuat Pemerintah Tiongkok bereaksi. Mereka merasa bahwa tindakan Pemerintahan Indonesia ini melanggar ketentuan Internasional terkait Laut Cina Selatan. Kementerian Luar Cina mengatakan mestinya negara-negara di kawasan ‘menjaga suasana kondusif di perairan di Laut Cina Selatan’ yang diakui ‘tak selalu mudah untuk dijaga atau dipertahankan’.
Tetapi protes yang disampaikan oleh pemerintah Cina ini tidak digubris oleh pemerintah Indonesia karena penamaan Laut Natuna Utara tersebut tidak terkait dengan ketentuan apapun dalam hukum Internasional karena masih masuk kawasan Zona Ekonomi Eksklusif sejauh 200 mil laut.
Protes aneh kementerian luar Cina ini pun ditanggapi dengan santai oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi. Menurut Menteri Susi, protes yang disampaikan oleh Cina tersebut mengada-ada dan tidak sesuai ketentuan Internasional. Karena penamaan tersebut sebenarnya bukan sedang menggantikan nama Laut Cina Selatan, melainkan penegasan kedaulatan laut Indonesia.
“Loh itu kan laut yang masuk wilayah perairan kita. Ya itu bukan Laut Cina Selatan, tapi Laut Natuna Utara,” ujar Susi Pudjiastuti di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa, 18 Juli 2017.
Penamaan ini memang menjadi sebuah penegasan atas sikap Jokowi yang menginginkan daerah laut Indonesia dijaga kedaulatannya. Masih jelas dalam ingatan kalau Jokowi memberi perhatian khusus kepada laut natuna ini dengan melakukan kunjungan sampai tiga kali.
Kunjungan yang pertama ke Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau dilakukan pada, Kamis (23/06/2016). Jokowi melakukan rapat terbatas di Kapal Perang Indonesia (KRI) Imam Bonjol-383. KRI tersebut adalah kapal perang yang pekan lalu menembak kapal nelayan Cina yang diduga mencuri ikan di perairan Natuna, wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Tindakan Jokowi melakukan rapat, yang membahas mengenai kondisi laut natuna yang posisinya berbatasan dengan Laut Cina Selatan, menjadi sebuah tentangan kepada Cina yang kembali mempersoalkan kedaulatan laut Indonesia.Jokowi ingin menyatakan kepada Cina bahwa Indonesia tidak main-main mempertahankan kedaulatannya.
Tim Komunikasi Presiden Ari Dwipayana menyebut rapat terbatas akan membahas sejumlah hal penting yang “berkaitan dengan perairan Natuna yang posisinya berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan”. Pembahasan di KRI inilah yang akhirnya menghasilkan Peta termukhtahir Indonesia dan menetapkan nama Laut Natuna Utara.
Kunjungan yang kedua dilakukan pada Kamis (6/10/2016). Dalam kunjungannya ini, Jokowi meninjau static show peralatan tempur TNI di Natuna. Kehadiran Jokowi ini juga tidak lepas karena protes Cina terkait ditangkapnya kapal nelayan Cina di laut Indonesia.
Jokowi hadir disana sebagai sebuah jawaban terhadap kedaulatan Indonesia yang dipertanyakan oleh Cina. Jokowi juga seperti sedang ingin menunjukkan Indonesia tidak takut dengan Cina dan menunjukkan kekuatan militer Indonesia. Sebuah pesan tegas bahwa siapapun tidak boleh mencuri ikan di Indonesia.
Kunjungan yang ketiga dilakukan pada tanggal 19 Mei 2017, untuk meninjau latihan Perang Pasukan Pemukul Reaksi Cepat TNI Tahun 2017. Dalam tinjauannya kali ini sempat ada insiden tewasnya 4 anggota TNI dalam latihan tersebut. Kehadiran Jokowi dalam latihan perang ini sekali lagi dalam konteks menunjukkan kehebatan militer Indonesia dalam menjaga perbatasan laut Indonesia.
Ketiga kunjungan ini menunjukkan bahwa Jokowi sangat peduli dengan perbatasan yang selalu saja dijadikan polemik oleh Cina jika sudah tertangkap para nelayannya yang masuk ke daerah laut Indonesia. Apalagi klaim Cina yang menganggap bahwa daerah laut Indonesia adalah kawasan laut tradisional mereka tidak pantas dijadikan alasan.
Jokowi menyadari betul bahwa masalah perbatasan laut dan juga kelakuan pencurian ikan di laut Indonesia sudah terlalu sering dilakukan dan tanpa ada penindakan yang tegas. Itulah mengapa Jokowi memberikan kewenangan penuh kepada Menteri Susi untuk memberikan tindakan tegas untuk menenggelamkan kapal asing yang mencuri ikan di laut Indonesia.
Kebijakan “tenggelamkan” ini bukan soal memberikan efek jera saja, tetapi menjadi sebuah peringatan kepada negara-negara tetangga untuk memperingatkan para nelayannya serta para pengusaha ikan mereka untuk tidak mencuri ikan di laut Indonesia. Karena sekali lagi, ini bukan persoalan sepele mengambil ikan, tetapi persoalan kedaulatan negara.
kalau sudah berbicara tentang kedaulatan negara, pemerintahan Jokowi tidak akan pernah mentolerirnya. Karena sudah terlalu lama Indonesia diperlakukan dengan sangat tidak adil dan diinjak-injak kedaulatannya. Bayangkan saja, sudah begitu banyak kapal ditenggelamkan, tetap saja pencurian ikan oleh kapal asing masih terus terjadi.
Sebuah tanda bahwa para nelayan dan pengusaha pencuri ikan tersebut sudah terlalu lama dibiarkan. Apalagi, mereka masih merasa bahwa tindakan curang masih bisa dilakukan dengan menggoda oknum-oknum di dalam birokrasi. Contohnya saja saat adanya pelelangan kapal asing yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi Batam. Syukurnya dengan sigap, Menteri Susi berhasil menghadangnya.
Berikut adalah alasan menteri Susi..
“Perlu juga dimengerti apakah tujuan keberadaan kapal asing itu di Indonesia selain sekedar pencurian ikan? Karena setiap kapal punya kedaulatan dan merepresentasikan bendera kapal masing-masing, dan di lain sisi ada moral hazard di dalamnya. Yang tidak kami kompromikan adalah kejahatan ekonomi SDA (Sumber Daya Alam) yang sudah laten terjadi sejak lama,” tegas Susi.
Kedaulatan negara menjadi suatu hal yang tidak boleh dianggap sepele dan remeh. Karena itu berkaitan dengan harga diri sebuah bangsa. Karena itu, menancapkan nama Laut Natuna Utara sebagai tanda kedaulatan laut Indonesia menjadi isu krusial yang berhasil ditetapkan pemerintahan Jokowi. Buktinya, Cina pun langsung mengajukan protes.
Terima kasih Jokowi, kini kami bisa bangga punya negara yang berani menantang negara besar seperti Cina. Dan kini saatnya memperkenalkan nama Laut Natuna Utara dibandingkan Laut Cina Selatan. Laut Cina Selatan adalah masa lalu, sekarang dan masa depan kita adalah Laut Natuna Utara.
Salam Laut Natuna Utara.
Referensi:
https://bisnis.tempo.co/read/news/2017/07/18/090892312/cina-protes-nama-laut-natuna-utara-menteri-susi-bergeming
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3571596/kapal-maling-ikan-dilelang-susi-bisa-dibeli-si-pemilik-lama