Kesaksian Yulianis Singgung Ibas, Demokrat Kejang-Kejang, Jokowi Ambil Untung Dari Pansus

TRIBUNNEWS/HERUDIN
Kehadiran mantan anak buah Muhammad Nazaruddin, Yulianis, di rapat pansus hak angket KPK DPR menguak kembali kisah lama yang sudah terpendam dan sengaja dipendam terkait keistimewaan putra bungsu mantan Presiden SBY, Ehie Baskoro (Ibas). Ibas yang sempat namanya disebut dalam persidangan KPK tidak pernah berhasil dipanggil.
Menurut pengakuan Yulianis, pemanggilan tak jadi dilakukan lantaran tak direstui Abraham Samad (AS) dan Bambang Widjojanto (BW). Padahal, penyidik sudah mempersiapkan surat pemanggilan terkait kasus Hambalang kepada Ibas.
“Tapi komisioner saat itu, Abraham Samad dan Bambang Widjadjanto melarang. Katanya itu adalah seorang teman,” kata Yulianis di hadapan Pansus Hak Angket KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 24 Juli 2017.
“Yang bukan teman dipanggil. Penyidik bicara sama saya. Saya tanya ke penyidik, Kenapa saudara Edhi Baskoro tidak dipanggil? Jawabannya itu, ditolak bu. Sampai sekarang saya suka jadi tertawa,” beber dia.
Kesaksian Yulianis ini bukan hal baru sebenarnya. Isu Ibas tidak juga dipanggil meski namanya terus disebutkan sudah banyak yang mengisukan ada permainan dibalik layar. Entah siapa yang bermain tetapi pernyataan Yulianis bisa saja menjadi jalan masuk.
Intervensi terhadap KPK mungkin saja bisa dilakukan. Itu bukan isapan jempol dan sudah terbukti kebenarannya. Setidaknya kita bisa melihat contohnya dalam diri Antasari Azhar yang terpaksa mendekam di penjara karena tidak mengikuti keinginan penguasa pada saat itu. Benar atau tidaknya, hanya merekalah yang mengetahuinya.
Tetapi terlalu naif rasanya kalau kita memalingkan mata terhadap pengalaman pahit yang dialami oleh Antasari yang harus mendekam bertahun-tahun di penjara karena mengusut besan SBY. Sampai sekarang, seperti ada kekuatan yang tidak terlihat membungkam semua isu tersebut.
Kasus Hambalang diyakini banyak pihak sebenarnya juga dinikmati oleh ring 1 cikeas. Nama Ibas yang disebut dalam persidangan bukanlah sebuah jebakan atau penggiringan opini, melainkan sebuah fakta yang terpendam. Sampai sekarang saja saya bingung bagaimana bisa Ibas dan Agus Yudhoyono punya harta melimpah padahal kerjaannya tidak mampu menghasilkan harta sebanyak itu.
Alasan Anissa adalah seorang artis sukses yang bisa punya kekayaan sebesar 15 miliar adalah penjelasan yang terbodoh pernah saya dengar. Kalau alasannya karena korupsi ayah Anissa mungkin saya akan percaya. tetapi kalau karena perkejaan ngartis Anissa?? Saya sangat meragukan. Karena nama Anissa pada saat itu tidaklah setenar artis model Raffi Ahmad saat ini.
Apalagi Ibas yang tidak jelas apa kerjaannya. Begitu jadi anggota dewan punya harta melimpah dimana-mana. Mungkinkah karena dijadikan komisionaris di beberapa perusahaan pemerintah karena merupakan anak Presiden? Tetapi hal itu malah semakin memperkuat tuduhan bahwa jaman SBY, nepotisme sangatlah kental sekali.
Ya, ada tudingan bahwa di jaman SBY, kekerabatan sangat kental mengusasi komisionaris di beberapa BUMN. Benar atau tidaknya bisa dengan mudah dicek melihat kekayaan kerabat dekat Presiden SBY. Itulah mengapa, pemerintahan SBY diibaratkan bak Gurita yang memiliki banyak tangan.
Lalu sekarang benarkah tudingan Yulianis tersebut?? Saya menduga 80 sampai 90 persen tudingan itu benar. Lalu apakah hal ini yang membuat Demokrat tolak pansus dan tidak ingin ikut serta dalam pansus?? Saya yakin salah satunya pasti adalah karena hal ini. Demokrat sudah memprediksi bahwa pansus ini akan menyeret-nyeret nama SBY.
Bukan apa-apa, karena penelusuran pansus, mau tidak maau, suka atau tidak suka, akan menguak fakta lain yang terjadi dalam kepemimpinan KPK sebelumnya. Dimana, hal ini akan menyinggung pemerintahan SBY yang selama 10 tahun dicurigai beberapa kali melakukan usaha intervensi kepada KPK.
Apakah kini juga Jokowi melakukan intervensi?? Saya yakin tidak. Jokowi malah seperti sengaja membiarkan pansus ini menjadi sebuah strategi politik untuk mengungkap hal-hal yang selama ini didiamkan dan juga menjadi sebuah cambuk kepada KPK untuk semakin serius dalam pemberantasan korupsi.
Bayangkan saja, melalui pansus ini, Jokowi mendapat keuntungan lawan politiknya kejang-kejang karena nama Ibas kembali disebut, dan KPK juga semakin serius memberantas korupsi, salah satunya dengan menetapkan SN yang selama bertahun-tahun tidak pernah tersentuh.
Apakah pansus ini akan berhasil bermanuver dan menghasilkan sebuah terobosan yang diinginkan oleh koruptor KPK dibubarkan?? Saya yakini tidak. KPK tidak akan pernah bisa direvisi UUnya, apalagi mengebiri kewenangan penyadapan. Karena Jokowi pasti tidak akan menyetujuinya.
Tetapi pansus ini menurut saya, akan menghasilkan banyak isu menarik yang bisa dipakai menyerang lawan-lawan politiknya. Demokrat sudah merasakannya karena nama Ibas sudah disebut. Bagaimanakah muaranya?? Saya berharap muaranya adalah Ibas segera dipanggil terkait Hambalang dan segera mungkin dijerat.
Apalagi KPK kali ini tidak akan bisa diintervensi seperti sebelumnya. Kalau KPK ini berhasil menjerat SN, maka saya juga yakin akan bisa menjerat Ibas. Selamat kejang-kejang Demokrat.
Salam Kejang-kejang.