simple hit counter

Anggota DPRD DKI Minta Kenaikan Tunjangan, Sehat?

Ilustrasi parlemen (sumber: kompas.com)

Membahas kelakuan anggota DPR/DPRD memang tidak akan ada habisnya. Penulis yakin yang terucap secara spontan ketika menanggapi kinerja dari lembaga legislatif tersebut adalah kinerja negatifnya tanpa hal yang positif. Karena begitulah mereka dengan segala tingkah lakunya yang mereka pertontonkan kepada masyarakat yang memilih mereka.

Hari ini ketika saya membaca berita di beberapa media mainstream, muncul beberapa berita yang menyatakan bahwa anggota DPRD di Provinsi DKI Jakarta meminta kenaikan tunjangan. Selain kenaikan tunjangan, mereka juga meminta asisten pribadi hingga tim ahli.

Hal itu diungkapkan ketika rapat paripurna yang membahas rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD DKI. Alasan mereka membutuhkan asisten karena beban dan intensitas kerja mereka yang tinggi sehingga dengan adanya asisten hingga tim ahli, kinerja mereka bisa lebih ringan lagi.

Baca: http://news.liputan6.com/read/3029709/setelah-tunjangan-naik-dprd-dki-minta-asisten-pribadi

Dan jika kenaikan tunjangan ini disepakati, maka mereka akan menerima Rp. 80 juta setiap bulannya. Jika nilai itu mereka terima dalam satu bulan, maka dalam satu tahun mereka dapat menerima uang sebesar Rp. 960 juta. Nominal yang cukup untuk membeli mobil bermerek, makan lobster setidaknya seminggu sekali, hingga jalan-jalan ke luar negeri setiap saat ada liburan. Wow nikmatnya!

Baca: http://megapolitan.kompas.com/read/2017/07/11/06151681/anggota.dprd.dki.terima.rp.80.juta.per.bulan.jika.tunjangan.naik

Entah apa yang ada dibenak mereka untuk meminta tambahan tunjangan. Apakah mungkin gaji yang mereka terima saat ini masih belum cukup bagi mereka untuk menikmati hidup. Mungkin juga gaji yang mereka terima tidak cukup untuk makan lobster setiap harinya (mungkin hanya bisa untuk seminggu sekali).

Dengan gaji yang mereka terima, saya yakin bahwa honor yang mereka terima sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan primer mereka. Bahkan saya yakin kebutuhan sekunder hingga kebutuhan tersier pun dapat mereka penuhi dengan gaji yang diterima oleh mereka.

Namun mengapa mereka meminta kenaikan tunjangan. Ditengah kondisi masyarakat Jakarta yang tidak semuanya sejahtera justru para wakil rakyat ini meminta tunjangan sebagai bentuk “apresiasi” atas kerja keras mereka. Kenapa hal itu bisa terpikirkan dalam benak mereka? Bukankah saat kampanye dulu mereka semua ingin memperbaiki taraf hidup kita? Bukankah saat berkampanye mereka berkoar-koar bahwa derita kami sebagai masyarakat kecil juga menjadi deritanya sebagai calon wakil rakyat? Jika memang iya, kenapa setelah terpilih mereka memikirkan kenaikan tunjangan?

Melihat kelakuan anggota DPRD sekarang membuat saya kembali teringat akan kinerja Ahok. Ahok sebagai Gubernur benar-benar memperhatikan rakyatnya, ia sebagai pemimpin merasa dirinya hanyalah seorang pelayan dengan masyarakat sebagai bosnya. Oleh karena itu, Ahok ingin agar bosnya yaitu warga DKI sejahtera agar taraf hidup warga Jakarta meningkat.

Saat melihat berita tersebut, raga ini secara otomatis mengenang sosok bernama lengkap Basuki Tjahaja Purnama yang secara heroik berani mengekang rancangan APBD yang disodorkan oleh DPRD kepada dirinya. Kata-kata “Pemahaman nenek lo!” langsung terbesit dalam ingatan tatkala mereka yang wakil rakyat tersebut menginginkan kenaikan tunjangan.

Saat itu mungkin seluruh anggota DPRD membenci beliau. Mereka menuding seorang Ahok arogan dan tidak santun. Dengan cara seperti itu, mereka tentu ingin Ahok gagal menjabat untuk kedua kalinya. Upaya mereka berhasil, ditambah Ahok divonis bersalah atas kasus yang menimpanya, kemerdekaan mereka semakin dekat.

Benar saja beberapa bulan setelah Ahok tak lagi menjadi orang nomor satu di DKI, mereka memproklamasikan diri untuk membuat keinginan yang aneh-aneh. Mereka pun menggunakan momentum tersebut untuk membahas rancangan undang-undang yang salah satu isinya berisi keinginan untuk naik tunjangan serta diberikan asisten pribadi dan tim ahli.

Apakah kinerja mereka akan lebih efektif dan lebih produktif apabila itu terjadi? Saya sangat tidak yakin. Anggota DPR/DPRD identik dengan kemalasan, tidur saat rapat, dan tidak berpihak kepada rakyat kecil. Ketidakpuasan terhadap kinerja mereka pun sudah tidak perlu dilakukan analisis dan penelitian dengan melakukan survei kepada masyarakat.

Sedih sekali rasanya melihat mereka yang sudah bergaji sangat besar per bulannya masih meminta kenaikan tunjangan. Ditengah masih adanya masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomi, hal yang mereka lakukan telah membuat saya sakit hati.

Apakah ada rasa empati melihat kondisi masyarakat miskin dibenak mereka?

Apakah bapak/ibu masih sehat?

Entahlah mungkin rumput yang bergoyang tahu jawabannya.

Anggota DPRD DKI Minta Kenaikan Tunjangan, Sehat? | admin | 4.5