HTI Dibubarkan, Waspadai Partai Alumni 212

Anggota Hizbut Tahrir Indonesia menolak penyelenggaraan kontes Miss World dengan berunjuk rasa di Kota Bandung, 4 September 2013. Indonesia menjadi tuan rumah kontes kecantikan dunia Miss World untuk pertama kalinya di Bali dan Bogor pada 1-14 September.(AFP PHOTO/TIMUR MATAHARI)
Hari ini (19/7/2017), Surat Keterangan (SK) badan hukum dari Hitbut Tahrir Indonesia (HTI) resmi dicabut. Sejumlah pihak terutama kalangan NU mengapresiasi langkah jokowi mengenai hal ini. Langkah cepat dari Menko Polhukam ini mendapatkan membawa secercah harapan bagi Indonesia. Akan tetapi, langkah ini masih harus diwaspadai. Sebab, kakak kandung dari HTI akan terus menerima dengan sukarela. Para kader akan diterima, terutama dokrin tentang negara. Siapa kakak kandung? Ideologi yang mirip dengan HTI tidak lain dan tidak bukan adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Bisa saja, HTI ini berganti nama dan menjadi anak dari partai PKS. Kita lihat partai lainnya di Indonesia memiliki anakan lainnya. Tidak mungkin juga jika PKS ini merangkul HTI dan menggantinya.
Kita lihat nama PKS setelah kekalahan Basuki – Djarot di DKI Jakarta, beberapa survey mengatakan bahwa partai politik islam itu masuk pada jajaran tiga besar. Namun, masih dibawah dari PDI Perjuangan. Memang, menujung Pemilihan Presiden (Pilpres) ini masih sangat lama. Hal ini perlu diwaspadai.
Kembali pada permasalahan utama mengenai HTI, saat ini yang paling tida terduga adalah adanya partai baru dari alumni 212. Berita tersebut saya dapat beberapa hari yang lalu dari media sosial dan beberapa berita lainnya. Oke, ini sangat menarik.
Memang, HTI bukan sebuah partai politik. Namun, ambisi sebuah HTI untuk mendirikan negara Islam ini sangat tinggi. Mereka (kader militan) berani dan siap dipindahkan kemana saja atas nama dakwah. Bagi para petinggi HTI, masuk ke dalam partai politik dianggap yang sangat penting. Apalagi mengenai sikap pemerintah yang mencabut SK dari HTI.
Hal ini semakin membuat HTI diperhitungan.Selama ini, HTI ini berafiliasi dengan PKS. Secara gerakan dakwah, PKS dan HTI memiliki kemiripan. Hal ini yang perlu diwaspadai. Jika memang para alumni 212 yang kebanyakan adalah warga HTI, serta berhasil mendirikan parpol baru, sangat tidak dimungkinkan musuh ideologi bangsa Indonesia bertambah satu.
Selama ini, sebagian orang masih sangat biasa saja ketika PKS melakukan kaderisasi. Serta mengubah ideologi seseorang. Adanya dua parpol sejenis yang merusak bangsa Indonesia, sangat perlu diwaspadai.
Hal lainnya, PKS selama ini menganggap PDI Perjuangan adalah musuh bersama. Apalagi ditambah dengan berkoaliasi dengan Partai Gerindra. Dalam hal ini, pemerintah perlu mengambil langkah tegas dalam pembentukan partai baru. Misalkan menambah satu atau dua yang sangat fundamental yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Tidak serta merta, suatu partai bisa berdiri.
Selama ini, UU No. 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas UU No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik. Kabar revisi tersebut, saat ini masih belum jelas. Sangat dimungkinkan, jika masih saja date lock, UU no 2 tahun 2011 akan kembali dipakai pada 2019.
Dengan dua syarat tersebut, alumni 212 bisa dengan mudahnya mendirikan sebuah partai. Sumbangan partai perusahaan dan badan hukum bisa dengan mudah didapat. Sumbangan partai ini, bisa bercermin pada sejumlah anggaran yang meluncur pada aksi angka cantik sebelum Ahok – Sebutan Akrab Basuki – dipenjara.
Bisa disoroti pasal 2 UU Parpol tahun 2011, syarat lainnya adalah partai politik harus didirikan oleh setidaknya 30 orang WNI yang telah berusia 21 tahun atau sudah menikah dari setiap provinsi. Jika dikalikan dengan 34 provinsi di Indonesia, maka diperlukan 1020 orang pendiri partai. Syarat lainnya yang menjadi berat adalah, dalam pasal 3 UU Parpol tahun 2011. Salah satu syaratnya adalah memiliki kepengurusan di 100 persen provinsi, 75 persen kabupaten/kota dan 50 persen kecamatan dari kabupaten/kota yang bersangkutan. Selain itu, partai harus memiliki kantor tetap di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sampai tahap akhir Pemilu. Yang terakhir ini tentu membutuhkan dana cukup besar.
Syarat ini, menjadi cukup berat. Sebab, sampai saat ini beberapa partai besar yang berada di daerah masih tidak memiliki sekretariat permanen. Ditataran kota atau masih menyewa, apalagi ditataran kecamatan?
Apakah alumni 212 ini yakin akan mendirikan partai? Mari kita hitunng anggaran awal yang harus dikeluarkan oleh alumni 212, minimalnya sekretariat ditataran Provinsi dilebihi saja pembangunan atau pembelian rumah sebesar Rp 500 juta. Bisa dibayangkan berapa angkanya? Ya, Rp 17 triliun yang perlu dikeluarkan sebagai modal awal pembentukan dari parpol tersebut.
Jika memang mengejar pada nanti 2019, perlu para alumni ini mencari anggaran sebesar-besarnya. Jangan lagi, para anggotanya memoroti pemerintah.